(IslamToday ID) – Seorang mantan teller Bank BRI di Bagan Besar Dumai, Riau ditangkap polisi karena diduga membobol uang nasabah dengan kerugian mencapai Rp 1.264.000.000.
Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto mengatakan mulanya salah satu Unit Risk Complain (URC) Dedi Reflian yang mengawasi Bank BRI cabang Bagan Besar Dumai mencurigai adanya setoran dan penarikan dalam waktu yang berdekatan pada tanggal 22 Maret 2021 lalu.
Bank BRI cabang Bagan Besar Dumai kemudian melaporkan masalah ini ke Polda Riau. Ditreskrimsus Polda Riau kemudian melakukan penyelidikan terhadap sejumlah pegawai bank tersebut, nasabah, dan sejumlah dokumen.
Polisi lantas menemukan adanya slip transaksi penarikan delapan orang nasabah yang dilakukan dalam kurun waktu Januari-Maret 2021. Dalam slip itu tertera USER ID 8119051 milik HN saat ia masih menjadi teller bank anak BUMN itu.
“Sewaktu menjadi teller Bank BRI Unit Bagan Besar Dumai (tersangka) melakukan transaksi dengan memalsukan tanda tangan pemilik rekening (nasabah) pada slip penarikan,” kata Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto dalam keterangan resminya Selasa (21/9/2021) malam.
Ia menjelaskan, dalam aksinya pelaku meniru tanda tangan nasabah dan membubuhkannya di slip penarikan. Setelah itu, ia menggunakan rekening temannya atas nama Edrian Nofrialdi.
Kartu ATM milik Edrian, kata Sunarto, berada dalam penguasaan HN. Uang hasil pembobolan itu kemudian diteruskan ke rekening pribadi HN di BRI dan BCA.
Polisi kemudian menangkap tersangka di rumahnya sendiri yang terletak di Teluk Binjai, Kecamatan Dumai Timur, Kodya Dumai pada Kamis (16/9/2021).
Lebih lanjut, Sunarto mengungkapkan motif HN melakukan aksi pembobolan ini untuk membayar utang yang menumpuk akibat melakukan pinjaman online. Uang tersebut juga digunakan untuk kepentingan pribadi.
Karena tindakannya, HN dijerat pasal 49 ayat 1 huruf a dan ayat 2 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
“Atas perbuatannya tersangka dijerat pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 1998,” kata Sunarto. [wip]