(IslamToday ID) – Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan ada indikasi korupsi di program pembangunan pabrik blast furnace (tanur tiup) milik PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS).
Pabrik tersebut adalah pabrik baja tempat produksi hot metal (besi cair) melalui proses peleburan dan reduksi bijih besi sintered ore, pellet, serta lump ore.
Pernyataan Erick itu menyusul pembangunan pabrik dengan dana jumbo mencapai 850 juta dolar AS atau setara Rp 12,16 triliun (kurs Rp 14.300) itu yang tak kunjung selesai, malah sudah dinyatakan gagal pada akhir 2019 lalu.
Ia menyebutkan akibat pembangunan pabrik dengan dana besar ini, perusahaan harus menanggung beban utang yang tinggi hingga mencapai 2 miliar dolar AS atau mencapai Rp 31 triliun.
“Krakatau Steel itu punya utang 2 miliar dolar AS, salah satunya investasi 850 juta dolar AS kepada proyek blast furnace yang hari ini mangkrak. Ini kan hal-hal yang tidak bagus, pasti ada indikasi korupsi,” kata Erick dalam webinar virtual, Selasa (28/9/2021).
Untuk itu, Erick menyebutkan akan mengejar penyebab perusahaan menderita kerugian dengan nilai sangat besar tersebut. Bahkan, ia menyebut akan melakukan penyelesaian secara hukum.
“Kita akan kejar siapapun yang merugikan, karena ini kembali bukannya kita ingin menyalahkan, tapi penegakan hukum kepada bisnis proses yang salah harus kita perbaiki,” terangnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Untuk diketahui, guna menyelesaikan beban utang yang besar ini perusahaan harus melakukan restrukturisasi keuangan. Berkat aksi tersebut perusahaan berhasil menurunkan beban bunga dari sebelumnya mencapai 847 juta dolar AS menjadi sebesar 466 juta dolar AS atau turun 45 persen.
Selain itu, perusahaan juga berhasil meningkatkan laba bersih dari sebelumnya senilai Rp 67 miliar pada akhir Agustus 2020 menjadi sebesar Rp 800 miliar pada akhir Agustus tahun ini.
Pada awal 2020 lalu Krakatau Steel menyelesaikan proses restrukturisasi utang senilai 2 miliar dolar AS atau setara Rp 27,22 triliun (asumsi kurs Rp 13.611 pada Januari). Ini merupakan restrukturisasi utang terbesar yang pernah ada di Indonesia.
Restrukturisasi ini melibatkan 10 bank nasional, swasta nasional dan asing. Penandatangan perjanjian restrukturisasi ini dilakukan untuk transformasi bisnis KRAS menjadi lebih sehat.
Proses restrukturisasi tersebut telah dilakukan sejak akhir 2018 dan baru bisa diselesaikan di awal 2020. Dengan restrukturisasi utang ini ada skema keringanan tenor pinjaman hingga bunga kredit, sehingga beban KRAS makin ringan. Harapannya jangka panjang bisa melunasi kewajiban-kewajibannya.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim sebelumnya menjelaskan penyebab utang dalam jumlah besar ini sebagian besar berasal dari kebutuhan dana untuk menutupi investasi perusahaan di masa lampau.
Namun, terjadi mismatch antara investasi dan realisasi yang terjadi, meski investasi besar tapi tak menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Kebutuhan investasi perusahaan yang dimaksudkan mayoritas berasal dari investasi pembangunan pabrik blast furnace yang disinyalir nilainya mencapai Rp 10 triliun.
Namun, sayangnya setelah pembangunan selesai dan mulai beroperasi, manajemen perusahaan memutuskan untuk menghentikan operasi pabrik lantaran biaya operasional yang mahal. Selain itu, terdapat kebutuhan investasi lainnya dengan nilai mencapai kisaran Rp 3-5 triliun.
Pabrik peleburan tanur tinggi tersebut bahkan sudah dihentikan operasionalnya sejak 5 Desember 2019 karena dinilai memiliki biaya tinggi.
Silmy kala itu menjelaskan, blast furnace dirancang dengan estimasi harga gas senilai 4,5 dolar AS per MMBTU. Namun dengan harga gas yang melonjak, hasil pabrik ini tetap tak bisa kompetitif meski Peraturan Presiden No 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi yang mematok harga gas untuk industri sebesar 6 dolar AS per MMBTU berjalan.
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Erick juga menyebut aksi korupsi di BUMN lainnya yakni PT Perkebunan Nusantara (PTPN) harus diungkap dan orang yang bertanggung jawab terhadap hal itu harus dituntut. [wip]