(IslamToday ID) – Masalah dalam pelaksanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung seakan tidak ada habisnya. Ada saja batu krikil yang mengganjal pelaksanaan proyek yang dijalankan Jokowi dari sejak Kabinet Kerja hingga Kabinet Indonesia Maju.
Pada era Kabinet Kerja, sebenarnya proyek sudah mendapatkan banyak tentangan. Banyak kalangan menilai proyek ini tidak penting karena Jakarta-Bandung relatif dekat.
Dengan kata lain, kereta cepat tidak diperlukan. Apalagi, perjalanan dengan kereta reguler yang ada saat ini pun tidak terlalu lama. Begitu juga dengan perjalanan darat menggunakan mobil pribadi, bus, maupun travel sekalipun, semuanya masih relatif cepat.
“Itu (kereta cepat) belum menjadi kebutuhan. Warga Bandung dan Purwakarta tidak butuh kereta cepat. Warga Jakarta juga tidak butuh,” ungkap Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat Dadan Ramdan pada September 2015 lalu.
Tapi, mantan Menteri BUMN Rini Soemarno bersikukuh proyek ini tetap perlu karena bisa mendongkrak perekonomian dari aktivitas masyarakat antar kedua daerah. Kengototan ini sempat menimbulkan dugaan di publik bahwa ada kepentingan khusus dari Rini yang menjadi penghubung antara Indonesia dengan calon investor proyek asal China.
“Sebut saja ada Rini Soemarno. Urus deal-nya kok bukan Pak Jonan (Menteri Perhubungan)? Ada keanehan-keanehan yang harus disingkap supaya jelas,” ucap Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Kendati dikritisi, namun nyatanya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tetap berjalan. Jokowi pun menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung pada 6 Oktober 2015.
Melalui Perpres tersebut, Jokowi membuat konsorsium yang terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau Wika sebagai pimpinan beserta PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) atau PTPN VIII. Sebab, pembangunan akan menggunakan lahan milik PTPN.
Proyek dibangun dengan jalur Jakarta-Walini-Bandung secara bisnis ke bisnis tanpa aliran dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pendanaan proyek akan berasal dari penerbitan surat utang atau obligasi dari konsorsium, pinjaman, dan sumber lain.
Selanjutnya, Jokowi memberi penugasan kepada sejumlah menteri untuk mengawasi pelaksanaan proyek. Berbagai koordinasi ini kemudian ditumpukkan ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung pun berjalan.
Namun belum lama ini, KAI melaporkan ada pembengkakan kebutuhan dana di proyek tersebut. Semula, kebutuhan dana diasumsikan senilai 6,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp 86,67 triliun (kurs Rp 14.280), tapi kemudian naik menjadi 8 miliar dolar AS atau Rp 114,24 triliun per September 2021.
Selain itu, pelaksanaan proyek ternyata pernah mengabaikan aspek keselamatan. Itu terungkap dalam rapat terbatas di kantor presiden, Selasa 12 April 2017 lalu.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan kondisi geologis daerah yang akan dilintasi kereta cepat labil dan rawan.
Kelabilan terutama terdapat pada tanah yang akan dipakai untuk membuat jembatan maupun terowongan untuk kereta cepat. Ia menyebut kelabilan tersebut bisa dilihat dari kasus longsor tanah Tol Cipularang yang sering terjadi di KM 92 atau 97 dan pergeseran Jembatan Cisomang.
Walau labil dan berpotensi berpengaruh terhadap aspek keselamatan, desain jembatan dan terowongan kereta cepat ternyata belum mendapat sertifikasi dari Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan.
Kepastian itu ia dapati setelah ia bertanya ke Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Selain itu pelaksanaan proyek juga terkendala di tengah pandemi Covid-19. Belum lagi, ada dugaan komunikasi pengerjaan proyek yang kurang lancar antara Wika selaku pimpinan konsorsium dengan investor China.
Atas kondisi ini, Jokowi pun mengubah beberapa ketentuan dalam pengerjaan proyek tersebut. Ketentuan itu tertuang di Perpres No 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres No 107/2015 yang diterbitkan pada 6 Oktober 2021.
Beberapa perubahannya, yaitu pertama, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang semula tak menggunakan APBN, kini jadi dapat suntikan dana negara. Suntikan APBN akan mengalir dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) kepada pimpinan konsorsium.
Isi Perpres membuat Jokowi mengingkari janjinya pada Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pasalnya, pada 2015 lalu, Jokowi pernah mengatakan proyek itu tak akan memakai APBN sepeserpun. Pelaksanaannya, katanya, ia serahkan ke BUMN dengan mekanisme business to business.
Selain itu, pemerintah juga memberikan penjaminan atas kewajiban pimpinan konsorsium untuk memenuhi modal proyek dan boleh menerbitkan surat utang alias obligasi bagi lembaga keuangan di dalam dan luar negeri serta multilateral. Namun belum ada besaran alokasinya.
Kedua, kepala negara mengubah pimpinan konsorsium BUMN dalam pengerjaan proyek dari semula berada di tangan Wika menjadi dipimpin oleh KAI. Ketiga, orang nomor wahid di Indonesia itu membentuk komite pembangunan proyek yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Padahal sebelumnya, komite ini tidak ada, namun seluruh koordinasi pengerjaan proyek sebelumnya ada di tangan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dalam komite ini, Luhut akan dibantu oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Kendati begitu, Menko Airlangga melalui Juru Bicara Kemenko Perekonomian Alia Karenina membantah bahwa Jokowi menggantikan dirinya dan jabatannya di proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Sebab, menurut Alia, sebenarnya tidak ada penugasan kepada Airlangga dalam proyek tersebut.
“Terkait pemberitaan yang menyebutkan bahwa ada peralihan pimpinan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, dapat kami luruskan bahwa sejak awal tidak ada penugasan Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) ke Menko Perekonomian Airlangga Hartarto,” kata Alia.
Ia mengatakan sejak awal proyek ini memang di bawah pengawasan Luhut. Pasalnya, Luhut merupakan Wakil Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) berdasakan Perpres No 122 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Perpres No 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas.
“Sehingga dapat dipahami bahwa Menko Maritim (saat ini nomenklaturnya adalah Menko Marves) sudah menangani pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung sejak awal penetapan Perpres tersebut,” tuturnya.
Keempat, pemerintah mengubah trase jalur proyek dari semula Jakarta-Walini-Bandung menjadi Jakarta-Padalarang-Bandung. Berbagai perubahan ini untuk mempercepat pengerjaan proyek tersebut. [wip]