(IslamToday ID) – Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengusulkan tanggal 1 Maret diperingati sebagai hari besar nasional merujuk pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Sultan menyampaikan usulannya tersebut secara virtual di depan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Kemenpan-RB, Kemenristek Dikti, Kemensetneg, Kemenkumham, jajaran Polhukam dari Gedhong Pracimantoro, kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Selasa (12/10/2021).
Tanggal 1 Maret 1949 bagi Sultan merupakan tonggak awal dimulainya kembali perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda II atas pendudukan Ibukota RI di Yogyakarta.
Dalam perspektif itu, kata Sultan, peristiwa ini tak hanya berarti bagi rakyat dan pemerintah DIY saja, akan tetapi juga kepentingan seluruh bangsa Indonesia.
“Bukan untuk menokohkan seseorang, tetapi sebuah ikhtiar untuk mengingat kembali kesatupaduan perjuangan TNI bersama rakyat,” katanya dikutip dari laman resmi Pemda DIY, Rabu (13/10/2021).
“Mereka terlibat pada peristiwa bersejarah itu bukan oleh pejuang kemerdekaan dari Yogyakarta sendiri, tetapi mereka berasal dari seluruh negeri ini,” sambungnya.
Menurut Sultan, NKRI berdiri melalui proses sejarah panjang dari rentetan sejak peristiwa tumbuhnya akar kolonialisme di Indonesia awal abad 17 hingga akhir masa perang kemerdekaan tahun 1949. Rangkaian peristiwa itu sebagian telah diperingati sebagai hari besar nasional.
Kendati, menurut Sultan, masih banyak peristiwa penting yang belum mendapatkan pengakuan resmi oleh negara, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949. Padahal lewat momen ini Republik Indonesia ditegakkan kembali kedaulatannya.
“Sejatinya peristiwa tersebut respons balik terhadap agresi Belanda II atas pendudukan Belanda di Yogyakarta, Ibukota Republik Indonesia,” tegasnya.
Sultan mengatakan, penetapan Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai hari besar nasional juga akan menjadi memori kolektif dalam sejarah menegakkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
Dalam konteks masa kini, lanjutnya, nilai-nilai kejuangan perlu dipelihara sepanjang zaman sebagai sumber semangat kebangsaan. Baginya, pembangunan bangsa memerlukan sikap kepahlawanan dan kegigihan pejuangnya.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi menambahkan, melalui Serangan Umum 1 Maret itu, Indonesia berhasil menunjukkan dan menguatkan eksistensinya di mata dunia.
Berita kemenangan pertempuran ini menyebar hingga sampai ke Washington DC, AS yang mana saat itu PBB sedang bersidang dan diikuti oleh perwakilan Indonesia.
Raja Keraton Yogyakarta terdahulu yakni Sri Sultan HB IX, kata Lakshmi, juga berkontribusi besar di balik peristiwa besar Serangan Umum 1 Maret 1949.
“Beliau Sri Sultan HB IX mengirim surat kepada Panglima Sudirman dan menganjurkan agar mengadakan serangan guna merebut kembali Yogyakarta dari tangan Belanda,” paparnya.
Diketahui, Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan TNI untuk membuktikan bahwa kekuatan militer Indonesia masih ada di saat Belanda melancarkan agresi militer II.
Meski TNI hanya bisa menduduki Yogyakarta yang ketika itu menjadi Ibukota RI beberapa jam, hal itu berpengaruh besar kepada moral pejuang serta memberi tekanan kepada dunia internasional untuk membawa Belanda ke meja perundingan.
Pada masa Orde Baru, sejarah soal serangan ini menitikberatkan pada ketokohan Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade X/Wehrkreis III. Padahal, ada banyak perwira yang memiliki peran jauh lebih strategis di dalamnya. [wip]