(IslamToday ID) – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) menyadari ada gangguan stok solar bersubsidi di sejumlah daerah. Meski demikian, BPH Migas memastikan penyaluran solar bersubsidi tidak akan melampaui kuota nasional 15,8 juta Kiloliter (KL).
“Tidak akan melebihi kuota nasional yang sudah ditetapkan,” kata Direktur Badan Bakar Minyak BPH Migas Patuan Alfon Simanjuntak, Rabu (20/10/2021).
Sebelumnya, kelangkaan solar akibat kekurangan pasokan terjadi di sejumlah daerah di Tanah Air. Contohnya, kelangkaan terjadi di daerah Gresik, Jawa Timur yang membuat nelayan tak bisa melaut.
Kelangkaan solar bersubsidi sebelumnya juga terjadi di Riau hingga Sumatera Utara. Di Sumatera Utara bahkan tak hanya solar bersubsidi yang langka, tapi juga Pertalite.
Alfon bercerita bahwa kebutuhan solar bersubsidi pada Januari sampai September sebenarnya sudah diatur berdasarkan realisasi penyaluran sebelumnya. Akan tetapi, terjadi pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada September-Oktober.
Keadaan ini kemudian membuat terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi di masyarakat. Sehingga, konsumsi solar meningkat melebihi kuota daerah tersebut. “Tapi tidak semua juga yang naik, beberapa juga under (di bawah kuota),” kata Alfon seperti dikutip dari Tempo.
Sehingga, BPH Migas kemarin telah bertemu PT Pertamina Patra Niaga dan PT AKR Corporindo Tbk, dua perusahaan penyalur BBM bersubsidi. Mereka pun telah menyusun data prediksi konsumsi solar bersubsidi beberapa waktu ke depan.
Prediksi ini telah mempertimbangkan peningkatan kegiatan ekonomi, logistik, serta momen Natal dan tahun baru 2022. Sehingga ditetapkanlah penyesuaian kuota provinsi dan penyalur.
Selain itu, BPH Migas berbicara kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM dan pemerintah daerah. Mereka meminta data kebutuhan solar non subsidi dan jumlah kendaraan.
Data ini bertujuan untuk memastikan penyaluran solar bersubsidi semakin tepat sasaran. Agar tidak ada konsumen yang seharusnya mendapat solar non subsidi, justru membeli solar bersubsidi.
BPH Migas pun telah menerbitkan surat kelonggaran distribusi solar bersubsidi. Lewat surat ini, penyalur seperti Pertamina dan AKR diberi kewenangan penyesuaian kuota untuk daerah yang under dan over kuota.
Di saat yang bersamaan, Pertamina juga mengingatkan kembali sasaran pengguna solar bersubsidi. Pernyataan ini disampaikan setelah Pertamina menemukan masih ada 26 SPBU di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang menyalurkan solar bersubsidi tak sesuai aturan.
Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah Brasto Galih Nugroho menyampaikan kembali bahwa aturan penerima solar bersubsidi ini sudah ada. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 191 Tahun 2014 misalnya, solar bersubsidi ditujukan untuk perkakas usaha mikro, kapal ikan maksimum 30 GT, sampai mobil pemadam kebakaran dan pengangkut sampah.
Lalu ada juga Surat Keputusan Kepala BPH Migas No 04/P3JBT/BPH Migas/KOM/2020 yang mengatur solar bersubsidi untuk kendaraan bermotor di transportasi darat. Beleid ini mengatur kendaraan bermotor perseorangan roda empat paling banyak dapat solar bersubsidi 60 liter per hari per kendaraan.
Lalu, kendaraan bermotor umum angkutan orang atau barang roda empat paling banyak 80 liter per hari per kendaraan. “Serta kendaraan bermotor umum angkutan orang atau barang roda enam atau lebih paling banyak 200 liter per hari per kendaraan,” kata Brasto. [wip]