(IslamToday ID) – Kebijakan wajib tes PCR bagi penumpang pesawat pada 2 x 24 jam sebelum keberangkatan yang tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No 53 Tahun 2021 tentang PPKM Level 3, 2, 1 di Jawa-Bali mendapat penolakan dari anggota DPR RI.
Salah satu anggota DPR yang menolak kebijakan itu adalah Neng Eem Marhamah Zulfah. Anggota Komisi V ini menilai Inmendagri tersebut sebagai langkah mundur dalam upaya mendorong kebangkitan ekonomi di Tanah Air.
“Kami menilai kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat merupakan langkah mundur bagi upaya menuju kenormalan baru seiring terus melandainya kasus Covid-19 di Tanah Air,” ujar Eem seperti dikutip dari Republika, Kamis (21/10/2021).
Ia menjelaskan pembatasan ketat selama pandemi Covid-19 dalam 1,5 tahun terakhir telah memukul industri penerbangan global, termasuk di Tanah Air. Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mencatat industri penerbangan global mengalami kerugian Rp 2.867 triliun selama 1,5 tahun terakhir.
Nilai kerugian tersebut setara dengan sembilan tahun pendapatan kolektif industri penerbangan global. “Di Tanah Air banyak maskapai penerbangan yang harus merumahkan karyawan mereka karena terus merugi. Bahkan upaya restrukturisasi utang maskapai Garuda terhambat karena minimnya aktivitas penerbangan selama pandemi ini,” ujar Eem.
Melandainya pandemi Covid-19, katanya, seharusnya menjadi momentum kebangkitan industri penerbangan di Tanah Air seiring masifnya vaksinasi serta adanya aplikasi PeduliLindungi harusnya tidak perlu lagi ada persyaratan tes polymerase chain reaction (PCR) bagi calon penumpang pesawat terbang.
“Harus diakui jika tes PCR salah satu yang menghambat peningkatan jumlah penumpang pesawat selama musim pandemi ini. Bahkan, kami mendapatkan banyak informasi jika penumpang terpaksa hangus tiketnya karena harus menunggu hasil tes PCR,” kata politikus PKB tersebut.
Meski saat ini sudah ada batas tertinggi harga tes PCR, menurut Eem, bagi kebanyakan masyarakat masih tergolong besar, bahkan harga tes PCR tersebut bisa 50 persen dari harga tiket pesawat. Kondisi itu membuat banyak calon penumpang yang memilih moda transportasi lain.
“Situasi ini tentu kian menyulitkan industri penerbangan di saat pandemi ini, karena meskipun tidak ada persyaratan tes PCR jumlah penumpang pun sudah pasti turun,” kata Eem.
Ia pun mempertanyakan munculnya persyaratan tes PCR dalam Inmendagri No 53/2021 tersebut. Pasalnya di Inmedagri No 47/2021, persyaratan calon penumpang pesawat hanya berupa tes antigen (H-1) dengan syarat sudah memperoleh vaksinasi dosis kedua dan hasil negatif PCR (H-2) jika baru memperoleh vaksin dosis pertama, tetapi di Inmendagri yang baru, poin tersebut dihilangkan.
“Kami tidak ingin aturan baru wajib tes PCR ini dipersepsikan publik sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada penyelenggara tes-tes PCR yang saat ini memang tumbuh di lapangan. Jangan sampai unsur kepentingan bisnis mengemuka dalam urusan PCR untuk penumpang pesawat ini,” ujar Eem.
Sedikit berbeda, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena menilai kebijakan wajib tes PCR bagi penumpang pesawat tersebut haruslah disertai dengan biaya yang terjangkau. “Penggunaan PCR mesti dibarengi dukungan konkret terhadap harga PCR yang harus lebih murah,” katanya.
Selain itu, dirinya mendorong agar hasil PCR bisa diketahui kurang dari 24 jam. Diharapkan hal itu juga tersebar merata ke seluruh Indonesia. “Butuh dukungan pemerintah pusat dan Pemda se-Indonesia untuk membantu soal ini, serta dukungan pihak swasta yang bergerak dalam rantai bisnis PCR swab,” ujarnya.
“Rantai bisnis terutama reagen dan lainnya perlu dapat perlakuan khusus, terutama yang masih diimpor sehingga bisa membuat harga swab PCR murah,” imbuhnya. [wip]