(IslamToday ID) – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membantah tuduhan sejumlah pihak soal peranan mafia dalam dinamika penetapan tarif Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) di Indonesia.
Harga PCR yang awalnya di atas Rp 1 juta, kini turun dan ditetapkan hanya Rp 275.000 untuk Jawa-Bali dan Rp 300.000 untuk luar Jawa-Bali.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (Ditjen Yankes) Kemenkes Azhar Jaya mengatakan, penurunan harga tes PCR disebabkan dinamika pandemi Covid-19 di tingkat global dan nasional. Ia menyebut, rata-rata menurunnya kasus Covid-19 global menyebabkan kondisi over supply alias kelebihan pasokan komponen PCR di pasaran global.
“Ada mafia-mafia seperti itu tidak benar, jadi jangan tendensius ya. Kita semua sekarang sudah zamannya terbuka, pada awal 2021 dulu boleh cek harga reagen bisa dicari pasarannya. Jadi memang tinggi 2020, dan 2021 sudah mulai produksi ya turun harganya,” kata Azhar seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (28/10/2021).
Ia kemudian menjelaskan, pada awal-awal pandemi tahun 2020, mayoritas seluruh negara produsen alat kesehatan seperti China dan India tidak siap menghadapi permintaan banyak negara konsumen. Hal itu mengakibatkan over demand sehingga harga-harga seperti reagen masih melambung tinggi.
Sementara, saat ini kebalikannya, terjadi over supply lantaran sejumlah negara produsen sudah memiliki kesiapan dalam memasok bahan baku alat kesehatan seperti reagen PCR. Namun kasus Covid-19 di sejumlah negara termasuk Indonesia mulai melandai.
“Karena jumlah kasus Covid-19 di Indonesia menurun, rata-rata di berbagai negara di dunia juga turun, di India juga kecenderungan menurun, kemudian di China mulai meningkat lagi tapi dia masih di bawah seperti di awal-awal tahun lalu. Maka mereka over supply daripada reagen,” jelasnya.
Selain reagen, Azhar juga menjelaskan bahwa komponen lain dalam pemeriksaan PCR seperti alat pelindung diri (APD) dan bahan medis habis pakai (BMHP) juga mempengaruhi penurunan tarif pemeriksaan PCR saat ini.
Azhar lantas menyinggung fenomena 2020 dengan melonjaknya harga pasaran masker yang awalnya Rp 50.000 bisa menjadi ratusan bahkan jutaan per kotaknya. Ia juga menyebut, APD kala itu masih menjadi bahan terbatas sehingga harganya juga ikut mahal.
Dengan kondisi seperti itu, maka Kemenkes bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) harus menghitung dan mengevaluasi seluruh aspek komponen pemeriksaan PCR, mulai dari SDM jasa pelayanan, reagen, BMHP, biaya administrasi, overhead, dan komponen biaya lain yang telah disesuaikan.
“Jadi dengan berdasarkan perhitungan tersebut, maka pemerintah menghitung ulang bersama BPKP, didapatlah harga Rp 275.000 di Jawa-Bali sampai dengan Rp 300.000 untuk yang di luar Jawa-Bali,” ujar Azhar.
Sejumlah pihak sebelumnya menuding ada permainan mafia dalam penetapan tarif tertinggi tes PCR di Indonesia, tudingan itu salah satunya disampaikan oleh relawan Projo.
Ketua Satgas Nasional Gerakan Percepatan Vaksinasi Covid-19 DPP Projo Panel Barus mempersilakan masyarakat menghitung berapa selisih uang rakyat yang sudah disedot mafia PCR selama setahun pandemi. Ia mengatakan, apabila PCR untuk tracking penderita Covid-19, seharusnya masyarakat tak perlu mengeluarkan biaya.
Relawan pendukung Jokowi ini juga menilai penggunaan tes PCR sebagai syarat perjalanan di kala penyebaran virus corona melandai aneh. Sebab, ketika penyebaran Covid-19 masih masif, pemerintah justru membolehkan hasil tes antigen dan genose sebagai syarat perjalanan. [wip]