(IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Indonesian Resource Study Marwan Batubara meminta pemerintah Indonesia lebih tegas dalam menghadapi China terkait dengan posisi Perairan Natuna.
Menurutnya, China kini semakin agresif dengan menjadikan blok Natuna sebagai target untuk memenuhi kebutuhan energi di masa depan.
Marwan membeberkan jika di blok Natuna terkandung volume gas mencapai 46 triliun kaki kubik dan 500 juta barel minyak. Nilai total dari kandungan migas itu mencapai Rp 7.112 triliun.
“Masalahnya dengan yang besar ini kita peduli atau tidak? Sebaliknya China menjadikan ini sebagai target untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri yang terus meningkat,” kata Marwan dalam acara webinar yang disiarkan melalui Bravos Radio, Jumat (29/10/2021).
Sejauh ini China mengklaim sepihak sekitar 83.000 kilometer wilayah Natuna atau sepertiga dari total perairan itu sebagai wilayahnya. China berpedoman pada batas wilayah ‘sembilan garis putus-putus’ yang dibikinnya sendiri.
Padahal jika merujuk pada hukum laut internasional UNCLOS 1982, wilayah yang diklaim China itu adalah milik Indonesia secara penuh.
“Kita harus menyatakan sikap yang konsisten, jadi klaim sepihak China yang melanggar aturan PBB harus dilawan. China sendiri sejak 1996 sudah menjadi peserta UNCLOS 1982, namun hal itu dilanggarnya sendiri. Maka tidak tepat jika kita tidak punya sikap yang jelas atas wilayah yang diklaim sepihak oleh China itu, dan ini mestinya berlaku sampai kapan pun,” ungkap Marwan.
Ia kemudian menyoroti sikap pemerintah Indonesia terkait dengan masuknya sejumlah kapal China ke wilayah perairan Natuna pada awal Oktober 2021 lalu. Kapal-kapal China yang masuk itu bukanlah kapal nelayan, tapi kapal riset dan survei yang dikawal oleh kapal penjaga pantai dan kapal perang.
“Awalnya ada reaksi yang cukup relevan oleh Bakamla, tapi kata TNI AU tidak ada informasi pelanggaran terkait dengan kapal-kapal China itu. Kemudian dikatakan kapal-kapal China itu berada di wilayah yurisdiksi nasional. Dan pejabat-pejabat tinggi seperti Menlu, Menko Polhukam, dan Pak Jokowi tidak bersuara mengenai hal ini,” ungkap Marwan.
Menurutnya, insiden masuknya kapal-kapal China itu seolah menyatakan bahwa Indonesia sudah takut, tidak punyak kedaulatan lagi, dan tersandera.
Bahkan, lanjutnya, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan juga berkomentar dengan nada santai dan seolah tidak terjadi apa-apa.
“Ada tanggapan dari Luhut yang menyatakan bahwa semua hukum internasional telah tersedia, kami hanya menghormatinya, kami berdiskusi dengan mitra kontak kami di China, kami setuju dan tidak setuju di beberapa area, tetapi saya pikir kami mampu mengelola sejauh ini. Kami tidak merasa memiliki masalah dengan China, ini disampaikan luhut pada Oktober di bulan ini,” jelas Marwan.
Selain itu, juga ada insiden pelecehan kapal-kapal penjaga pantai China terhadap nelayan Indonesia. Mengenai hal ini, kata Marwan, Luhut juga hanya berkomentar datar.
“Terkait pelecehan kapal penjaga pantai China pada nelayan itu, luhut mengatakan kami berbicara dengan pihak China di telepon dan berkata hai menjauhlah dari sana. Ibarat dengan saudara kadang ada masalah, tapi jangan dijadikan sebagai masalah besar,” ungkap Marwan. [wip]