(IslamToday ID) – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu ikut menyoroti kondisi maskapai Garuda Indonesia yang diambang kebangkrutan. Menurutnya, persoalan yang menimpa Garuda dari masa ke masa masih sama, yakni masalah penyewaan pesawat dari lessor.
Permasalahan itulah yang kemudian membuat beban keuangan perseroan menjadi tertekan.
Said Didu mengatakan permasalahan penyewaan pesawat Garuda Indonesia bukan sesuatu hal yang baru. Masalah itu sudah mencuat sejak zaman pemerintahan Gus Dur, kemudian berlanjut di era pemerintahan Megawati.
“Saya perlu jelaskan dulu, Garuda sebenarnya berkali-kali menghadapi hal seperti ini dan selalu biang keroknya adalah penyewaan pesawat, itu selalu. Jadi diperbaiki pada saat Presiden Gus Dur terus rusak lagi pada saat pemerintahan Megawati 2003-2004,” katanya dikutip dari akun YouTubenya MSD, Rabu (3/11/2021).
“Jadi kita memang harus menduga bahwa ada mafia penyewaan pesawat ke Indonesia, kita harus mulai curiga,” sambung Said Didu.
Ia menceritakan, sejak 2005 sebetulnya Garuda Indonesia sudah tidak bisa lagi terbang ke luar negeri. Itu terjadi karena lessor sudah menunggu pesawat diterbangkan Garuda ke luar negeri untuk disita.
“Jadi saat itu ada pesawat Airbus B4 itu terpaksa dipakai muter-muter dalam negeri pada kapasitas yang besar sekali, karena tidak berani ke luar negeri. Karena kalau ke luar negeri akan diambil oleh lessor itu sekitar 2005,” ujarnya seperti dikutip dari Liputan 6.
Melihat permasalah terus terjadi, akhirnya Said Didu yang saat itu menjadi Sekretaris Kementerian BUMN ikut campur tangan. Pilihannya saat itu hanya ada dua, bangkrut atau dihidupkan.
“Saat itu diambil keputusan bahwa Garuda butuh suntikan modal sekitar Rp 2 triliun,” katanya.
Pemerintah saat itu menyanggupi dengan syarat Garuda harus memperbaiki manajemen hingga bisnisnya. Said Didu pun meminta agar Garuda berhenti hidup mewah. Dan memindahkan kantor pusat Garuda yang tadinya di Merdeka Selatan menjadi di Cengkareng.
Setelah permintaan itu dipenuhi semua oleh perseroan, akhirnya Garuda mendapatkan suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1 triliun dari pemerintah. Serta merelakan kantor lamanya di Jakarta untuk dijual.
“Oke bisa kita penuhi dan kita lapor ke pemerintahan SBY bahwa Garuda cukup dikasih Rp 1 triliun penyertaan modal negara dan kantornya harus dijual. Dan saat itu saya pembelinya, saat menjadi sekretaris Kementerian BUMN, dan itu menjadi kantor Kementerian BUMN,” ujarnya.
Sejak saat itu, Said Didu bilang kondisi Garuda perlahan bisa bangkit. Puncaknya pada 2012 perseroan berhasil membukukan laba mencapai Rp 1,5 triliun. “Jadi PMN yang dikeluarkan sudah kembali dalam satu tahun,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Garuda Indonesia saat ini terancam pailit karena gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh PT My Indo Airlines ke PN Jakarta Pusat sejak 9 Juli 2021 dengan nomor perkara 289/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst.
Gugatan dilayangkan karena Garuda Indonesia menunggak pembayaran sejumlah kewajiban kepada My Indo Airlines. Majelis hakim menyatakan menolak pengajuan PKPU My Indo Airlines pada sidang putusan Kamis (21/10/2021) lalu.
Terbaru, Garuda Indonesia kembali terancam pailit akibat permohonan PKPU oleh PT Mitra Buana Korporindo. Permohonan PKPU oleh Mitra Buana Korporindo ke Garuda Indonesia, dilayangkan melalui kuasa hukumnya Atik Mujiati ke Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 22 Oktober 2021. Kasus ini terdaftar dengan nomor perkara 425/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Jkt.Pst. [wip]