(IslamToday ID) – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyatakan pemerintah hanya akan memberangkatkan jamaah umrah yang sudah menerima dosis lengkap atau dua kali suntikan vaksin Covid-19.
Hal itu diungkapkan Yaqut menyusul kepastian pemberangkatan jamaah umrah Indonesia ke Arab Saudi mulai Desember. Selain telah menerima dosis lengkap, jamaah yang akan diberangkatkan harus memiliki hasil tes PCR negatif.
“Hanya jamaah yang telah berusia 18-65 tahun, sudah divaksinasi dosis lengkap, dan memiliki hasil tes PCR negatif yang diberangkatkan umrah,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Selasa (30/11/2021).
Yaqut mengatakan pihaknya telah menyiapkan skenario penyelenggaraan ibadah umrah di masa pandemi Covid-19. Skenario tersebut meliputi sebelum keberangkatan, selama di Saudi, dan setelah kembali ke Tanah Air.
Sebelum keberangkatan, ujarnya, jamaah akan melaksanakan penapisan kesehatan 1×24 jam secara terpusat di asrama haji Pondok Gede, Jakarta Timur. Jamaah nantinya akan diberangkatkan dengan pesawat yang hanya diisi dengan jamaah umrah tanpa ada penumpang lain.
Setiba di Saudi, jamaah akan terlebih dahulu menjalani karantina selama tiga hari. Karantina tersebut hanya berlaku bagi jamaah yang menerima vaksin di luar daftar merek atau jenis vaksin yang diakui pemerintah Saudi. Pemerintah Saudi hanya mengakui empat jenis vaksin yakni Pfizer, AstraZeneca, Johnson & Johnson, dan Moderna.
Sedangkan, bagi jamaah yang menerima jenis empat vaksin tersebut tidak diharuskan menjalani masa karantina. “Selama masa karantina, dilarang keluar dari kamar hotel,” ucap Yaqut.
Pasca karantina, ibadah umrah akan berlangsung selama sembilan hari termasuk proses pulang ke Indonesia. Untuk ibadah lain, seperti salat lima waktu jamaah akan menggunakan aplikasi khusus yang disediakan otoritas pemerintah setempat. Jamaah bebas salat lima waktu di Masjid Nabawi dengan aplikasi tersebut.
Untuk kembali ke Tanah Air, jamaah harus terlebih dahulu menjalani tes PCR dengan hasil negatif. Setelah tiba, jamaah akan menjalani masa karantina di lokasi hotel yang telah ditentukan.
“Jamaah wajib melakukan karantina setelah perjalanan luar negeri mengikuti ketentuan Satgas Covid-19 di hotel yang telah dipilih dan mendapatkan legalisasi dari Satgas Covid-19,” katanya.
Pihaknya juga membuka kemungkinan memberikan vaksin dosis ketiga atau booster untuk jamaah umrah Indonesia dari empat merek vaksin yakni Pfizer, AstraZeneca, Johnson & Johnson, dan Moderna.
Pasalnya, pemerintah Saudi hanya mengakui empat pabrikan itu. Sementara, vaksin asal China seperti Sinovac yang banyak disuntikkan ke warga negara Indonesia tidak diakui. “Artinya kalau tidak menggunakan empat vaksin yang diakui Saudi itu, tetap harus karantina selama tiga hari,” ucapnya.
Bagi calon jamaah yang mendapatkan vaksin booster di antara empat jenis vaksin itu, ia menyebut mereka bisa langsung beribadah umrah tanpa harus mengikuti proses karantina.
“Kecuali di-booster dengan satu di antara empat vaksin yang diakui. Dan itu 14 hari efikasinya, jadi 14 hari sebelum berangkat sudah harus divaksin dengan booster satu di antara empat itu,” ujar Yaqut.
“Kalau hanya pakai Sinovac, sebagaimana dipakai oleh sebagian besar masyarakat Indonesia tetap harus karantina selama tiga hari. Hari kedua dites PCR, kalau hasilnya negatif dia bisa langsung umrah dan sebaliknya,” tambahnya.
Pada rapat tersebut, Ketua Komisi VIII Yandri Susanto mengingatkan Yaqut agar mengantisipasi varian Omicron. “Kami mohon dengan sangat pada Menteri Agama dan jajaran untuk mengantisipasi varian baru ini sehingga insya Allah tidak mengganggu rencana besar kita untuk memberangkatkan calon jamaah umrah dan haji tahun depan,” katanya.
Berkaca dari sejumlah negara seperti Jerman, Belanda, Austria, hingga Hong Kong, pembatasan akses masuk mulai digencarkan.
Pihaknya juga belajar dari kesalahan pada November 2020, saat pemerintah Saudi memutus kerja sama pemberangkatan jamaah setelah banyak di antara mereka dinyatakan positif Covid-19. [wip]