(IslamToday ID) – KH Miftachul Akhyar kembali terpilih menjadi Rais Aam PBNU periode 2021-2026. Keputusan itu secara resmi diambil oleh para kiai sepuh yang tergabung dalam Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa).
“Tentang keputusan Ahwa saya tidak tahu apa yang akan saya sampaikan. Rasanya hanya seperti seorang yang salah minum obat, lola lolo. Ya, apa yang diputuskan kami tidak bisa membantah,” kata Kiai Miftach di arena Muktamar ke-34 NU Gedung GSG Universitas Lampung, Jumat (24/12/2021) dini hari.
Ia lantas menerima keputusan musyawarah Ahwa tersebut dengan lapang dada. Ia optimistis dan yakin mampu bekerja secara kolektif dengan para kader dan pengurus PBNU lainnya ke depan. “Kami bekerja kolektif kolegial sebagaimana aturan dalam AD/ART (NU),” kata Kiai Miftach.
Lebih lanjut, Ketua Umum MUI pusat itu mengatakan pihaknya akan mengacu pada pelbagai rekomendasi yang diberikan oleh Muktamar Ke-34 NU. Ia akan menjadikan pelbagai rekomendasi tersebut sebagai acuan menjalankan roda PBNU selama lima tahun ke depan.
“Itu acuan saya dengan teman-teman nanti dalam jalankan roda PBNU selama 5 tahun. Tak memberikan janji dan tak bisa menjanjikan,” ucapnya.
Pada muktamar kali ini, PBNU membentuk mekanisme Ahwa yang terdiri dari sembilan orang kiai sepuh. Kelompok ini bertugas memilih Rais Aam PBNU. Ahwa secara sepakat memilih Miftachul Akhyar sebagai Rais Aam PBNU 2021-2026.
Kiai Miftach bukan orang baru di kalangan NU. Pria kelahiran Surabaya, 30 Juni 1953 itu sudah aktif di NU sejak muda.
Mengutip laman resmi NU, Kiai Miftach merupakan putra dari Pengasuh Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Rangkah, Abdul Ghoni. Abdul Ghoni merupakan karib Usman al-Ishaqi Sawahpulo saat sama-sama nyantri kepada Kiai Romli di Rejoso, Jombang.
Sang ayah, masih dalam catatan tersebut diketahui juga nyantri kepada Kiai Dahlan Ahyad Kebondalem sang pendiri MIAI dan Taswirul Afkar.
Sejak kecil, ia menghabiskan waktunya sebagai santri. Tercatat ia pernah menjadi santri di Pondok Pesantren Tambak Beras, Pondok Pesantren Sidogiri, dan Pondok Pesantren Lasem. Ia juga mengikuti Majelis Taklim Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Makki di Malangan, tepatnya ketika Sayyid Muhammad masih mengajar di Indonesia.
Menurut catatan PW LTNNU Jatim Ahmad Karomi, Kiai Miftach membuat kagum Syekh Masduki Lasem sehingga ia diambil menantu oleh kiai yang terhitung sebagai mutakharrijin istimewa di Pondok Pesantren Tremas.
Setelah menempuh berbagai pendidikan, Kiai Miftach kemudian mendirikan Pondok Pesantren Miftachus Sunnah di Kedung Tarukan.
Selama di PBNU, ia pernah menjabat sebagai Rais Syuriah PCNU Surabaya periode 2000-2005, Rais Syuriah PWNU Jawa Timur 2007-2013, 2013-2018, dan Wakil Rais Aam PBNU 2015-2020 yang selanjutnya didaulat sebagai Pj Rais Aam PBNU 2018-2020.
Kiai Miftach saat ini juga menjabat sebagai Ketua Umum MUI periode 2020-2025. Ia terpilih sebagai Ketum dalam Munas X MUI di Jakarta, Jumat, 27 November 2021.
Namun, salah satu syarat yang diberikan majelis Ahwa pada Muktamar ke-34 NU meminta Kiai Miftach tidak merangkap jabatan usai terpilih sebagai Rais Aam PBNU 2021-2026.
Anggota Ahwa Zainal Abidin mengatakan pihaknya ingin Rais Aam fokus mengembangkan PBNU. Permintaan itu pun didukung oleh sembilan ulama sepuh pada pertemuan tertutup Ahwa.
“Kalau ingin menjadi Rais Aam NU 2021-2026, diharapkan untuk tidak rangkap jabatan di organisasi yang lain dan itu disetujui oleh semua anggota Ahwa,” kata Zainal dalam Muktamar ke-34 PBNU di Lampung Tengah, Jumat (24/12/2021) malam.
Para anggota Ahwa mengajukan harapan itu langsung ke Kia Miftach. Zainal bilang Kiai Miftach menyanggupi permintaan itu. “Beliau berkata dengan sangat santun sekali sami’na wa’atho’na,” ucap Zainal menirukan pernyataan Kiai Miftach. [wip]