(IslamToday ID) – Ombudsman RI menyoroti tata kelola tenaga honorer di instansi pemerintah yang dinilai memiliki beragam masalah.
Aneka masalah itu diidentifikasi Ombudsman dari hasil kajian sistemik yang mereka lakukan. Salah satu masalah yang disoroti adalah soal proporsi kerja tenaga honorer yang tidak sebanding dengan pendapatan.
“Di sini isunya soal kesejahteraan, jaminan sosial, dan juga perlakuan atas tenaga honorer. Ibaratnya, ada yang mengatakan honorer itu gajinya atau honor jauh lebih kecil, tapi pada konteks tertentu pekerjaannya lebih banyak dari ASN-nya,” ungkap anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng dalam diskusi publik yang dihelat secara daring melalui akun YouTube Ombudsman RI, Selasa (28/12/2021).
“Mungkin juga ASN-nya entah ngapain, lalu honorernya yang kemudian mengerjakan pekerjaannya. Ini fakta, kita buka-bukaan saja,” tambahnya seperti dikutip dari Kompas.
Di samping itu, penganaktirian tenaga honorer juga tercermin dari kebijakan instansi untuk pengembangan kompetensi sumber daya manusia (SDM). Porsi pengembangan kapasitas SDM di instansi pemerintah selama ini lebih banyak diberikan bagi ASN. Padahal, instansi selalu memiliki kebutuhan terhadap tenaga honorer.
Tak jarang, tenaga honorer juga sudah berbakti di instansi tersebut selama bertahun-tahun. Ombudsman menemukan tenaga honorer digunakan instansi pemerintah dari office boy hingga tenaga administrasi dan substansial.
“Jadi seolah-olah tenaganya digunakan tapi tidak dikembangkan kapasitasnya. Ya, ada 1-2 kegiatan, tentu, terkait pengembangan kapasitas/kompentensi, tapi itu tidak terencana dan sistematis, sangat situasional,” ucap Robert.
“Kalau ada pelatihan ya dikirim. Ada seminar yang tidak bisa dihadiri ASN maka honorer yang kemudian akan menggantikan. Kira-kira seperti itu cara kerjanya,” tambahnya.
Atas masalah-masalah itu, Ombudsman menyampaikan sejumlah opsi perbaikan tata kelola tenaga honorer di instansi pemerintah. Salah satu opsinya memperlakukan tenaga honorer selaiknya karyawan.
“Hari ini tidak jelas. Honorer tidak mengikuti kerangka UU ASN, tapi juga bukan dalam rangka seperti karyawan dalam UU Ketenagakerjaan. Bagaimana honorer yang berkepastian dan berkesejahteraan juga harus diperjuangkan,” tutupnya. [wip]