(IslamToday ID) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut perusahaan bakal tetap beroperasi meskipun tidak memenuhi ketentuan. Pengkampanye Hutan dan Kebun Walhi Uli Arta Siagian mengatakan pengampunan dosa itu diberikan melalui mekanisme keterlanjuran yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
“Sebanyak 222 entitas perusahaan perkebunan sawit dengan total luasan 765.000 hektare akan mendapatkan ‘pengampunan dosa’ dari negara melalui mekanisme keterlanjuran yang diatur dalam pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja,” kata Uli seperti dikutip dari Law-Justice, Rabu (12/1/2022).
Dalam UU Cipta Kerja pasal 110A dan 110B diterapkan mekanisme keterlanjuran dan prinsip ultimum remedium, yaitu mengedepankan pengenaan sanksi administratif bagi perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan atau ilegal.
“Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki perizinan berusaha di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya undang-undang ini yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat tiga tahun sejak undang-undang ini berlaku,” bunyi pasal 110A ayat 1.
Pada ayat 2, dijelaskan jika setelah lewat tiga tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut tidak menyelesaikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku dikenai sanksi administratif, berupa pembayaran denda administratif dan/atau pencabutan perizinan berusaha.
Kemudian, pemberian sanksi itu juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 24 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan. PP itu juga merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.
“Jadi mereka hanya harus membayar denda administrasi agar kemudian dapat mengelola hutan secara legal dengan cara hutan dilepaskan statusnya menjadi bukan hutan,” ucap Uli.
Perusahaan Ilegal Tetap Beroperasi
Uli mengatakan 222 perusahan ilegal yang bakal tetap bisa beroperasi itu tersebar di 14 provinsi. Berdasarkan catatan Walhi, ada 37 perusahaan di Riau dengan luasan 112.858 hektare (Ha).
Kemudian di Sumatera Utara sebanyak 10 perusahaan dengan 55.165 Ha, Sumatera Selatan 6 perusahaan seluas 11.199 Ha, dan Bengkulu 1 perusahaan seluas 1.661 Ha. “Kepulauan Riau 2 perusahaan (3.683 Ha), Bangka Belitung 1 perusahaan (60 Ha),” katanya.
Bergeser ke Pulau Kalimantan ada 8 perusahaan dengan luasan 39.80 Ha, Kalteng 109 perusahaan seluas 449.548 Ha, Kalimantan Timur 11 perusahaan 7.377 Ha, dan Kalsel 18 perusahaan seluas 29.893 Ha.
Selanjutnya di Maluku Tengah ada 3 perusahaan dengan luasan 4.142 Ha, dan Papua sebanyak 2 perusahaan dengan 13.141 Ha.
Uli berpendapat pemerintah seharusnya mencabut ratusan izin usaha ilegal itu bukan malah memberikan pengampunan. Sebab, kebanyakan dari perusahaan itu juga menyebabkan kerusakan alam dan konflik di masyarakat.
“Beberapa perusahaan yang mengajukan mekanisme keterlanjuran ini faktanya berkonflik dengan rakyat di lapangan. Satu hal lagi, mengakomodasi keterlanjuran untuk korporasi ini akan menunjukkan bahwa negara lebih tunduk pada korporasi bukan konstitusi,” pungkasnya. [wip]