(IslamToday ID) – Anggota Komisi III DPR RI, Didik Mukrianto mengatakan DPR bisa saja menolak meratifikasi perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan Singapura jika terbukti merugikan kepentingan Indonesia.
Menurutnya, pihaknya akan meratifikasi bila hasil pembahasan nantinya menunjukkan bahwa perjanjian tersebut membawa kemanfaatan bagi Indonesia.
“Jika ada kepentingan Indonesia yang dirugikan atas perjanjian ekstradisi dan juga perjanjian lain yang menyertainya seperti beberapa waktu yang lalu, DPR pasti akan menolak meratifikasi,” kata Didik seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (28/1/2022).
Dalam konteks kepentingan negara yang lebih besar dan dalam rangka penguatan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, ia menjelaskan pemberlakuan perjanjian ekstradisi idealnya mampu memperkuat pemberantasan tindak pidana termasuk korupsi.
Menurut Didik, DPR harus mengedepankan kepentingan nasional sebelum melakukan ratifikasi perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan Singapura. “DPR pasti akan proper dan hati-hati dalam mengambil suatu keputusan,” ujar politikus Demokrat tersebut.
Didik menambahkan, pihaknya akan mencermati secara utuh dan detail dalam pembahasan perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan Singapura nantinya.
Sebelumnya, Indonesia dan Singapura menandatangani sejumlah kesepakatan. Dua di antaranya adalah perjanjian ekstradisi dan pengambilalihan ruang kendali udara (FIR) di Natuna.
Selama ini, Singapura menjadi surga pelarian buronan korupsi Indonesia. Hal itu disebabkan kedua negara belum kunjung menyepakati perjanjian ekstradisi.
Ekstradisi adalah proses pemulangan seorang tersangka atau terdakwa yang ditahan negara lain kepada negara asal untuk menjalani proses hukum.
Berdasarkan Konvensi Wina 1969, ratifikasi merupakan tindakan internasional di mana negara tertentu menyatakan kesediaannya untuk diikat oleh suatu perjanjian internasional.
Untuk mengesahkan perjanjian dengan negara lain, menurut UU Perjanjian Internasional dan putusan Mahkamah Konstitusi No 13/PUU-XVI/2018, DPR perlu melakukan pengesahan atau ratifikasi dalam bentuk undang-undang.
Terutama, terkait perjanjian internasional yang menimbulkan akibat luas dan mendasar yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan UU.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly optimistis DPR bakal segera meratifikasi perjanjian ekstradisi tersebut. “Kami akan mengajukan ke presiden membuat Surpres (Surat Presiden) ke DPR agar segera ditindaklanjuti. Tugas berikutnya adalah untuk segera meratifikasi,” kata Yasonna, Rabu (26/1/2022).
“Saya melihat sejak perjanjian diteken, ada respons positif masyarakat sangat terlihat. Medsos media, saya kira teman-teman di DPR juga sudah mengantisipasi dan sudah akan semangat dengan ini. Saya percaya itu,” ucap Yasonna.
Ia yang juga politikus PDIP itu meminta publik tak berprasangka buruk terhadap perjanjian dengan Singapura itu.
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menilai perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan Singapura dan perjanjian penyesuaian ruang udara flight information region (FIR) mengakomodasi kepentingan nasional.
“Saya menilai perjanjian kerja sama pertahanan kita cukup punya pengaman-pengaman sehingga kepentingan nasional kita terakomodasi, terlindungi,” kata Prabowo, Kamis (27/1/2022).
Ia pun memastikan Singapura boleh menggunakan ruang udara di Indonesia atas persetujuan pemerintah Indonesia.
Prabowo juga menegaskan, perjanjian FIR tidak akan mengganggu kedaulatan negara. Menurutnya, Indonesia membutuhkan hubungan baik dengan Singapura.
“Oh sama sekali enggak, saya kira sudah latihan banyak negara kok, dan secara tradisional mereka juga latihan di situ, kita butuh persahabatan dengan Singapura dan kita menganggap Singapura negara sahabat kita,” ujarnya. [wip]