(IslamToday ID) – Komisi VI DPR RI menyoroti kebijakan minyak goreng satu harga Rp 14.000 per liter yang tidak berjalan sesuai harapan. Kebijakan yang berakhir pada Senin (31/1/2022) dinilai gagal karena tak diikuti dengan penurunan harga di pasaran dan ketersediaan yang terbatas.
Nyaris dua pekan bergulir, anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam berpendapat kebijakan satu harga gagal diterapkan. Hasil pemantauan di lapangan memperlihatkan bahwa harga di pasar tradisional masih berkisar di atas Rp 18.000 per liter. Sementara itu, stok di ritel modern tidak kunjung tersedia.
“Kebijakan ini masih gagal total, Pak Menteri. Kami kemarin senang saat Pak Menteri mengumumkan Rp 14.000 per liter dari Papua sampai Aceh. Namun beberapa hari kemarin kami turun apa benar Rp 14.000 di lapangan, bahkan sampai tadi pagi di pasar harga minyak goreng Rp 18.000 per liter,” kata Mufti dalam rapat kerja bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) seperti dikutip dari Bisnis.Com, Rabu (2/2/2022).
Ia juga mengemukakan bahwa stok minyak goreng di ritel modern belum tersedia sampai saat ini. Sejumlah pengelola bahkan melaporkan stok minyak goreng terakhir tersedia sepekan yang lalu.
“Ketika ditanya kapan adanya, ternyata Rp 14.000 per liter (terakhir tersedia) seminggu lalu. Itu pun harus dengan ketentuan minimal belanja Rp 50.000 agar masyarakat bisa beli,” tambahnya.
Mufti lantas berharap agar pemerintah bisa menyiapkan pengawasan yang ketat dalam implementasi kebijakan terkait minyak goreng, terlebih dengan adanya ketentuan harga eceran tertinggi (HET) terbaru.
Ia juga meminta Kemendag menyiapkan sanksi bagi pelaku usaha yang tidak menerapkan ketentuan harga yang ditetapkan. Di sisi lain, ia juga pesimistis ketentuan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) bisa diterapkan jika melihat sengkarut dalam kebijakan pendahulunya.
“Dengan sistem subsidi saja dari pemerintah tidak diterapkan secara merata di tengah masyarakat. Bagaimana dengan ada DMO dan DPO minyak goreng, saya tidak bisa bagaimana kontrol terhadap mereka,” ungkap Mufti.
Sebagaimana diketahui, kebijakan terkait pengendalian harga dan pasokan minyak goreng pertama kali ditempuh melalui penyediaan minyak goreng kemasan sederhana seharga Rp 14.000 per liter sebanyak 11 juta liter pada akhir 2021. Penyediaan itu langsung disiapkan oleh pengusaha secara sukarela dengan realisasi hanya sekitar 5 juta liter.
Pemerintah kemudian memutuskan program subsidi minyak goreng kemasan sederhana sebanyak 1,2 miliar liter untuk enam bulan. Dana subsidi bersumber dari BPDPKS dengan alokasi Rp 3,6 triliun. Melalui subsidi itu, harga jual konsumen dipatok Rp 14.000 per liter.
Belum sempat diterapkan, pemerintah kemudian mengumumkan menambah alokasi subsidi menjadi Rp 7,6 triliun untuk penyediaan 1,5 miliar liter minyak goreng berbagai kemasan selama enam bulan dimulai pada 19 Januari 2022. [wip]