(IslamToday ID) – Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Mohammad Novrizal menyarankan ibukota negara (IKN) tetap berstatus provinsi dan kepala daerah berstatus gubernur. Selain itu, ia menilai perlu ada pemisahan antara UU IKN dan UU tentang Tata Kelola Pemerintahan.
“Karena UU tata kelola pemerintahan akan sering mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi,” kata Novrizal seperti dikutip dari Tempo, Sabtu (5/2/2022).
Ia menyatakan pada pasal 18 UUD 1945 disebutkan Republik Indonesia terdiri atas provinsi, kabupaten, kota, serta memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Khusus di daerah Ibukota Nusantara, terdapat perbedaan karena bentuk pemerintahan otorita berstatus sama seperti provinsi, tetapi kepala pemerintahan berstatus setingkat menteri. Ia mempertanyakan alur koordinasi roda pemerintahan daerah karena pada umumnya pemerintahan provinsi melakukan koordinasi di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Novrizal mencontohkan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai daerah berstatus provinsi dengan kepala daerah disebut gubernur meskipun merupakan daerah istimewa yang dipimpin oleh sultan.
Sementara itu, Dosen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum UI Dian Simatupang mengatakan dalam proyek pemindahan ibukota negara harus dilakukan penghitungan anggaran yang detail. Tujuannya agar tidak terjadi salah kira (dwaling) yang menyebabkan pembengkakan dan tidak menjadi masalah pada pemerintahan berikutnya.
“Selain sumber daya pendanaan, pemindahan IKN juga membutuhkan sumber daya manusia yang cakap,” ujar Dian dalam webinar ‘Membedah Konstitusionalitas Undang-undang Ibukota Negara’.
Ia menyarankan sumber daya pendanaan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu persiapan, pembangunan, dan pemindahan agar APBN lebih efisien. Misalnya, dengan pemanfaatan dana hasil sewa gedung pemerintahan yang tidak memiliki nilai strategis dan historis di Jakarta, hibah, serta kerja sama penyediaan infrastruktur.
“Secara ideal, dalam pemindahan ibukota, dana APBN hanya digunakan pada tahap persiapan agar ruang fiskal APBN tetap aman bagi kepentingan umum dan pemerintahan,” tutur Dian.
Tujuannya, katanya, agar tidak mengurangi alokasi APBN sesuai kewajiban konstitusi, seperti untuk pendidikan, kesehatan, mandatori subsidi iuran BPJS, dan dana transfer daerah. Jika terjadi pemangkasan alokasi APBN maka berpotensi bertentangan dengan UU No 17 Tahun 2003 pasal 34 ayat 1 sebagai bentuk penyimpangan kebijakan yang dapat dipidanakan.
Direktur Sinkronisasi Pemerintah Daerah Kemendagri Iwan Kurniawan memaparkan beberapa urgensi pemindahan ibukota negara ke Kalimantan Timur. Beberapa alasannya ialah konsentrasi kepadatan penduduk di Pulau Jawa yang mencapai 57 persen, kurangnya ketersediaan air bersih di wilayah Jakarta Raya, alih fungsi lahan secara masif di Pulau Jawa. [wip]