(IslamToday ID) – Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut dua terdakwa kasus dugaan kekerasan yang menyebabkan seorang mahasiswa meninggal saat diklat Menwa UNS Solo dengan hukuman tujuh tahun penjara.
Hal tersebut disampaikan JPU dalam sidang dengan agenda pembacaan tuntutan, Selasa (8/3/2022). Tuntutan tujuh tahun penjara terhadap kedua terdakwa, yakni Faizal Pujut Juliono (22), dan Nanang Fahrizal Maulana (22).
Salah satu JPU Kejari Surakarta, Sri Ambar Prasongko mengatakan JPU menuntut tujuh tahun penjara karena JPU berkeyakinan bahwa perbuatan terdakwa melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.
Pasal 351 ayat (3) mengatur sejumlah unsur, yakni barang siapa dengan sengaja melakukan penganiayaan, yang menyebabkan matinya orang lain. Sedangkan Pasal 55 ayat (1) terkait orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana.
Tak hanya itu, JPU juga menyebut bahwa terdakwa tidak menunjukkan iktikad baik selama proses persidangan. Bahkan, JPU menyebut tidak ada hal yang meringankan terdakwa.
“Kami tadi bacakan. Hal-hal yang meringankan tidak ada. Para terdakwa tidak mengakui perbuatannya, tidak kooperatif, dan berubah-ubah, sehingga untuk alasan meringankan tidak ada buat kami. Jadi kami tuntut tujuh tahun ancaman maksimal dari tidak pidana tersebut. Itu untuk keduanya,” kata Ambar.
Kemudian, lanjutnya, keduanya juga dikenakan biaya perkara sebesar Rp 5.000. Saat persidangan, sempat menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa. Pihaknya tetap berkeyakinan terdakwa terbukti melakukan penganiayaan terhadap korban secara bersama-sama.
Sidang dilakukan secara hybrid di Ruang Sidang II Pengadilan Negeri (PN) Surakarta. Majelis hakim Suprapti, Lucius Sunarno, dan Sunaryanto. Sidang dilanjutkan pekan depan, Selasa (15/3/2022), dengan agenda pembacaan pledoi.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Darius akan melakukan pembelaan. “Kami akan melakukan pembelaan. Apa yang sesungguhnya terjadi itu bukanlah penganiayaan,” tuturnya seperti dikutip dari Solopos.
Diberitakan sebelumnya, salah satu mahasiswa UNS Solo bernama Gilang Endi Saputra meninggal dunia pada tanggal 24 Oktober 2021 saat mengikuti diklat Pra Gladi Patria angkatan ke-36 Menwa UNS. Hari itu merupakan hari kedua dari rencana diklat selama sepekan. Saat itu, peserta mengikuti kegiatan rappeling.
“Kami akan melakukan pembelaan dari sisi apa yang sebenarnya terjadi, itu bukanlah penganiayaan. Bahwa 03 (korban) itu tidak pernah dipopor. Popor itu pun bukan kekerasan, tapi ringan, ditempelkan saja. Sekarang informasinya hanya dilebih-lebihkan, padahal itu hanya ditempel di helm dan helm ada pelindungnya, tidak mungkin ada kematian,” katanya.
Ia juga mengatakan jika disebutkan adanya pemukulan menggunakan matras itu juga tidak mungkin mengakibatkan kematian. “Itu (matras) bahannya karet, kemudian ada helmnya itu tidak mungkin menyebabkan kematian. Itu memang hukuman dalam pendidikan. Semua orang kena. Kalau semua kena, kenapa yang lain tidak (meninggal)?” lanjutnya. [wip]