(IslamToday ID) – Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera, Bivitri Susanti menilai Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan sedang membodoh-bodohi masyarakat dengan big data yang diklaim berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.
“Saya ketawa sekaligus marah mendengar klaim 110 juta itu, kita semua dianggap bodoh sepertinya. Kita sedang dibodoh-bodohi dengan cara ini, logika kita dibolak-balik sembarangan dan apa yang dinyatakan penguasa seakan-akan benar,” ujar Bivitri dalam diskusi daring seperti dikutip dari Tempo, Rabu (16/3/2022).
Data yang diklaim Luhut itu, ujar Bivitri, juga sudah dimentahkan Drone Emprit. Data menunjukkan dari 18 juta pengguna Twitter di Indonesia, hanya sekitar 10.000 yang aktif bicara soal perpanjangan masa jabatan presiden atau hanya 0,055 persen.
Padahal pengguna Twitter paling cerewet soal politik. Apalagi pengguna akun lain seperti Instagram, Facebook yang persentasenya bisa lebih sedikit.
“Jadi 110 juta itu tidak mungkin jika melihat data Drone Emprit. Apalagi juga metode ilmiahnya tidak jelas. Kita disesatkan (oleh Luhut) dengan data yang disampaikan di channel YouTube, yang saya yakini juga ada biayanya,” ujar Bivitri.
Untuk itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat bergerak bersama melawan ide penundaan pemilu yang berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden. Ide ini dinilai inkonstitusional dan mengancam kehidupan demokrasi yang mensyaratkan pembatasan kekuasaan.
“Jadi semua orang, termasuk mereka yang sedang memegang jabatan, yang membicarakan kemungkinan amandemen atau memelintir apa yang akan dikerjakan KPU, sesungguhnya adalah pengkhianat konstitusi. Mereka harusnya malu, bahkan mundur, karena mereka tidak bisa lagi mendaku sebagai negarawan karena telah melanggar sumpah jabatan itu,” ujar Bivitri.
Jubir Luhut, Jodi Mahardi menyebut bahwa klaim big data Luhut itu berdasarkan dari data internal.
“Sebagai bagian dari pemerintah, tentu Pak Luhut menyerap semua aspirasi publik dengan pengelolaan data-data dari berbagai sumber yang terangkum dalam big data yang dikelola secara internal,” ujar Jodi, Selasa (15/3/2022).
Namun ia enggan membeberkan data lengkap dan metode ilmiah pengumpulan data tersebut. “Saya enggak punya authorized untuk itu,” ujarnya. [wip]