(IslamToday ID) – Wacana penundaan Pemilu 2024 sepertinya bakal layu sebelum berkembang. Sejumlah pimpinan lembaga negara sudah ramai-ramai pasang badan menyatakan penolakan.
Penolakan pertama disampaikan oleh Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti. Ia menegaskan wacana penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan presiden harus ditolak. Penolakannya dengan menggunakan kerangka berpikir seorang negarawan.
Menurut La Nyalla, penolakan tersebut adalah prinsip yang dikehendaki bangsa ini, yakni masa jabatan presiden hanya lima tahun, dan maksimal dua periode, bukan tiga atau empat.
“Pemilu adalah mekanisme evaluasi yang diberikan kepada rakyat setiap lima tahun sekali, bukan tujuh tahun atau delapan tahun. Ini prinsip. Meskipun konstitusi bisa diubah, tetapi ini adalah amanat kebangsaan, di mana bangsa ini telah belajar dari dua orde di mana masa jabatan presiden tidak dibatasi,” katanya seperti dikutip dari Berita Satu, Senin (21/3/2022).
La Nyalla menyampaikan itu saat memberikan keynote speech di acara Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita dengan tema “Pemilu 2024: Jadi atau Ditunda?”, Ahad (20/3/2022) malam.
Acara tersebut dihadiri juga oleh Peneliti LIPI Siti Zuhro, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua Komisi II DPR Doli Kurnia Tanjung, Sekretaris Fraksi PPP Ahmad Baidowi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanudin Muhtadi, dan undangan lainnya.
La Nyalla menilai big data yang disebutkan Menko Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar merupakan agenda setting untuk membenarkan wacana penundaan pemilu yang berdampak pada perpanjangan masa jabatan presiden.
Menurut La Nyalla, agenda setting melalui big data bertujuan untuk membentuk opini publik bahwa penundaan pemilu layak dilakukan. “Jadi kalau saya lihat, upaya-upaya yang dilontarkan melalui pernyataan-pernyataan, baik itu dari ketua partai maupun dari Pak Luhut, sebenarnya adalah agenda setting untuk membentuk persepsi publik, sekaligus membentuk opini di masyarakat bahwa penundaan pemilu memang pantas untuk dilakukan,” ujarnya.
La Nyalla juga sudah membantah big data yang disebutkan Luhut dengan big data DPD. Pasalnya, DPD juga sudah menggunakan mesin big data sebagai bacaan persoalan-persoalan yang ada di daerah.
Menurut La Nyalla, big data sebenarnya tidak berbeda jauh dengan lembaga-lembaga survei yang merilis hasil survei untuk membentuk persepsi publik atau agenda setting. Ia mencontohkan lembaga survei merilis bahwa kandidat Capres A atau B mendapat dukungan kuat, sedangkan Capres C dan D tidak memiliki elektabilitas.
Kemudian penolakan penundaan pemilu juga disampaikan oleh Ketua DPR RI sekaligus politikus PDIP Puan Maharani. Ia menegaskan bahwa pemerintah, DPR, dan KPU sudah menyepakati Pemilu 2024 dilaksanakan tanggal 14 Februari 2024.
“Sebagai ketua DPR, sudah jelas bahwa pemerintah, DPR, dan KPU sesuai mekanismenya sudah menyetujui dan menyepakati bahwa Pemilu 2024 dilaksanakan tanggal 14 Februari 2024,” kata Puan dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (23/3/2022).
Ia menyatakan tak mudah menetapkan 14 Februari 2024 sebagai tanggal pencoblosan Pemilu 2024. Keputusan tersebut telah melewati mekanisme yang panjang mulai dari perdebatan, diskusi, hingga menggelar beberapa kali rapat karena tanggal yang dibahas tak menemui titik tengah.
Sehingga, kata Puan, setelah disepakati dan disetujui tanggal 14 Februari 2024 sebagai hari pencoblosan, pemerintah DPR dan KPU akan jalan terus melaksanakannya. “Itu yang kita sepakati, jalan terus,” terangnya.
Cita-cita Reformasi
Ia juga membenarkan bahwa ada instruksi dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kepada para jajaran partai di fraksi DPR maupun tingkat DPP untuk tegas menolak penundaan pemilu. “Jadi ada satu rapat yang disampaikan ketua umum bahwa tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilu sesuai kesepakatan DPR dan pemerintah ya segera dilaksanakan, bahwa pemilu akan dilaksanakan tanggal 14 Februari itu sudah clear,” ucap Puan.
Dari kalangan MPR, penolakan disampaikan oleh Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW). Hidayat mendukung konsistensi menjalankan Pancasila dan UUD NRI 1945. Baik Pancasila maupun UUD NRI 1945, kesepakatan para pendiri bangsa maupun cita-cita reformasi.
Karenanya HNW juga sepakat bahwa MPR harus menjaga dan menjalankan konstitusi dan amanat reformasi, yang salah satu ketentuannya yakni pembatasan masa jabatan presiden maksimal dua kali masa jabatan, pemilu sekali dalam lima tahun, dan kedaulatan rakyat yang memilih dalam pemilu tersebut.
Menurut HNW, saat reformasi ada enam tuntutan, termasuk amandemen UUD untuk membatasi masa jabatan presiden, yang disepakati dan dilaksanakan oleh semua pihak baik eksekutif, legislatif, yudikatif, termasuk partai politik dan ormas
“Jangan sampai kita membuat kesepakatan, tapi tidak dilaksanakan. Itu tidak merawat warisan dan cita-cita luhur yang terbukti dapat menyelamatkan cita-cita kemerdekaan dan eksistensi NKRI,” ujarnya seperti dikutip dari Tempo.
Kemudian Wakil Ketua MPR RI yang juga Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah juga menegaskan komitmen partai untuk menolak wacana penundaan pemilu yang rencananya berlangsung pada 14 Februari 2024 mendatang.
“Semua kader PDIP bersikap tegas menolak bila sampai Pemilu Serentak 2024 ditunda. Tidak ada alasan menunda,” jelasnya usai menggelar reses di Desa Torongrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Senin (14/3/2022).
“Sikap kami dari partai PDIP, baik dari Ibu Mega, juga dari Ketua DPR RI Puan Maharani, dengan tegas menolak penundaan agenda Pemilu,” ungkapnya seperti dikutip dari Tugu Malang.
Menurut Basarah, tidak ada alasan untuk mengamini penundaan Pemilu 2024 yang justru terkesan merusak amanat konstitusi bangsa Indonesia. Apalagi, Pemilu 2024 sudah ditetapkan jadwalnya. Artinya, sudah terjadi kesepakatan antara eksekutif, legislatif, dan KPU.
”Kalau diundur, maka justru akan merusak amanat konstitusi. Terlepas dari isu tersebut, kami meminta seluruh kader partai untuk bersiap diri menyongsong Pemilu 2024,” tegasnya. [wip]