ISLAMTODAY ID— Ketua III Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) bidang Pengembangan Masyarakat (PMP), Yaumal Akbar menyebut RUU Sisdiknas yang dirancang Pemerintah dinilai tidak memerdekakan pelajar, pelajar hanya dijadikan sebagai objek dari sistem yang dibuat.
“Sesungguhnya hal itu tidak memerdekakan pelajar. Salah satu muatan RUU Sisdiknas yang tidak memerdekakan ialah evaluasi sitem pendidikan yang hanya boleh dilakukan oleh pemerintah tanpa melibatkan pelajar dan guru” kata Akbar dalam rilisnya kepada ITD pada Ahad (27/3/2022).
Akbar juga menilai Draf RUU Sisdiknas sebagai upaya penindasan terstruktur karena pemerintah hanya memberikan kewajiban tanpa memenuhi hak pelajar.
“Yang paling parah tidak ada muatan hak pelajar dalam Draft Rancangan Revisi UU Sisdiknas, ini berpotensi menindas secara terstruktur ketika pelajar di berikan kewajiban tetapi tidak diberikan hak yang memanusiakan,” tutur Akbar.
Selain dari mempertanyakan pemenuhan Hak bagi kaum pelajar, Akbar menilai pemerintah tidak secara tegas mendorong peran pemerintah dalam pengelolaan pendidikan di pelosok Serta masyarakat yang mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan.
“Draft Revisi UU Sisdiknas tidak secara tegas mendorong peran pemerintahan dalam pengelolaan pendidikan di pelosok, kami mempertanyakan keberpihakan terhadap masyarakat yang kesulitan akses pendidikan seperti apa?,” ungkap Akbar.
Selain itu, Akbar meminta supaya dalam revisi UU Sisdiknas pemerintah dengan tegas memuat wajib belajar 12 tahun dengan konsekuensi semua biaya ditanggung oleh pemerintah.
“RUU ini tidak punya keberpihakan yang tegas kepada pelajar, ini sangat mengecewakan dan mengkhawatirkan, pemerintah harus tegas berpihak kepada pelajar,” ucap Akbar.
“Selain itu kami mendorong agar pemerintah dengan tegas memuat Wajib Belajar 12 Tahun dengan konsekuensi logis pemerintah wajib membiayai proses pendidikan pelajar dan warga negara RUU Sisdiknas,” tutupnya. (Kukuh)