(IslamToday ID) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat (Sumbar) mengimbau seluruh pihak agar menyadari dan mengkritisi konsep moderasi beragama yang ditunggangi oleh paham sekularisme, pluralisme, dan liberalisme, serta penyusupan paham Islam Nusantara.
“Demi membendung masuknya paham-paham tersebut, maka MUI Sumbar mengingatkan umat untuk tetap memegang teguh penolakan terhadap Islam Nusantara dan ikrar bersama dalam pengukuhan kembali ‘Sumpah Sati Bukik Marapalam’,” tulis keputusan di poin pertama MUI Sumbar dalam Musyawarah Kerja Daerah (Mukerda) yang digelar di Muaro Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Sumbar pada 25-27 Maret 2022.
Dalam Mukerda tersebut, MUI Sumbar menghasilkan 6 poin keputusan yang masuk kategori persoalan umat dan ditandatangani oleh Ketua Umum MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar.
Berikut poin 2 hingga 6 yang merupakan hasil dari Mukerda MUI Sumbar:
2. Mukerda mengamanahkan kepada MUI Sumbar dan MUI Kab/Kota Se-Sumbar agar berkoordinasi dengan LKAAM/tokoh adat di setiap daerah untuk;
a. membahas dan mengantisipasi dampak negatif sertifikasi tanah pusako tinggi.
b. mencegah bangkitnya kembali tradisi-tradisi yang mengandung unsur kesyirikan seperti; batuang gilo, mangubua kapalo kabau, dan lain-lain.
c. menyikapi dan memberantas segala bentuk penyakit masyarakat (pekat) seiring munculnya kafe-kafe malam yang menjurus kepada berkembangnya kemaksiatan seperti perzinaan/prostitusi, miras, narkoba, dan semisalnya.
3. Mendorong kelanjutan nagari-nagari percontohan yang menerapkan “Syara Mangato Adaik Mamakai” dalam bentuk Peraturan Nagari (Pernag), selanjutnya menjadikan nagari-nagari tersebut sebagai model bagi seluruh nagari-nagari yang ada di Sumatera Barat.
4. Mendukung dan menguatkan catatan/kritikan yang disampaikan MUI Sumatera Barat kepada BPJPH terkait penolakan logo halal baru yang telah diperkenalkan oleh BPJPH. Logo tersebut dipandang telah meninggalkan aspek dasar dari sertifikasi halal bahkan mengkerdilkan eksistensinya.
Salah satu esensi yang hilang yakni dengan meniadakan simbol dan eksistensi MUI sebagai ujung tombak fatwa, karena MUI dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) merupakan mitra utama BPJPH. Tampilan logo terkesan meminggirkan peran lembaga di luar Kemenag dalam hal ini MUI.
Disamping itu, banyak hal lain yang mesti diperbaiki sebagaimana yang ramai dikritisi oleh tokoh dan umat Islam di negeri ini, misalnya terkait tulisan halal dalam bahasa Arab yang tidak menunjukkan esensi informatif dan tidak bersifat universal internasional bahkan secara nasional.
Desain logo yang sangat kental dengan budaya daerah tertentu dapat menghilangkan semangat kebersamaan dan bisa dipahami sebagai superior suku bangsa tertentu. Berdasarkan pertimbangan di atas, Mukerda menolak logo tersebut dan meminta MUI Pusat agar duduk bersama untuk merancang logo yang pantas dan patut.
5. MUI Sumbar bersama MUI Kab/Kota se-Sumatera Barat mengecam segala bentuk tindakan terorisme, namun juga mengecam segala bentuk arogansi aparat dalam penindakan terduga teroris di lapangan.
Penangkapan terduga teroris yang dilakukan oleh Densus 88 beberapa waktu belakangan ini, dinilai justru menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat. Menyikapi hal ini, MUI Sumbar mendesak kepala daerah (Gubernur, Bupati, Wali Kota) beserta Forkopimda terkait untuk memberikan keterangan secara komprehensif kepada masyarakat tentang keberadaan pelaku terorisme di Sumatera Barat.
6. MUI Sumbar dan MUI Kab/Kota se-Sumatera Barat menuntut dan mendorong penegakan hukum secara tegas terhadap setiap pelaku pelecehan maupun penistaan terhadap agama. [wip]