(IslamToday ID) – Anggota Komisi X dari Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih turut bersuara perihal hilangnya frasa ‘madrasah’ dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang kini ramai diperbincangkan.
Ia mengatakan alasan Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim yang menyebut RUU Sisdiknas tidak mencantumkan penamaan bentuk satuan pendidikan di tingkat undang-undang agar lebih fleksibel dan dinamis tidaklah tepat.
“Perlu dicatat, jika hanya karena alasan agar lebih fleksibel dan dinamis, sejatinya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (yang kini masih berlaku) sudah mengakomodasi hal tersebut. Dimana pada pasal 17 ayat 2, pasal 18 ayat 3 telah mengakomodasi bentuk lain dari satuan pendidikan yang sederajat,” ungkap Fikri, Jumat (1/4/2022).
Selain itu, menurutnya, implikasi dari tidak adanya frasa madrasah dalam RUU Sisdiknas adalah tidak bisa menjadi dasar hukum untuk peraturan turunannya.
Ia menjelaskan, sebenarnya UU No 20 Tahun2003 telah memposisikan madrasah dan lembaga pendidikan lainnya sama. Bentuk dan jenjang pendidikan madrasah secara konstitusional sama dengan bentuk jenjang pendidikan persekolahan. “Hal ini tertuang dalam pasal 17 ayat 2 dan pasal 18 ayat 3,” ujar Fikri.
Ia kemudian membandingkan dengan UU No 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas (kini sudah tidak berlaku) yang tidak secara eksplisit menyebutkan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang sama dengan lembaga persekolahan.
“Impikasi dari undang-undang itu pada masa lalu adalah perhatian dan perlakuan program pendidikan yang tidak setara. Contohnya pada kebijakan pengalokasian anggaran pendidikan yang hanya memprioritaskan sekolah negeri dan umum. Sedangkan untuk pengembangan madrasah cenderung terabaikan. Tentu kita tidak mau hal ini terulang kembali,” ungkapnya.
Sejauh ini, menurut Fikri, belum ada sikap dari lembaga legislatif perihal RUU Sisdiknas ini sebab belum secara resmi masuk ke DPR.
“Karena memang dalam prolegnas revisi UU No 20/2003 tentang Sisdiknas belum masuk Prolegnas Prioritas 2022 dan hanya masuk dalam long list prolegnas inisiatif pemerintah,” katanya.
“Kita hanya menindaklanjuti aspirasi yang masuk dari pemangku kepentingan pendidikan yang meminta ditundanya pembahasan revisi undang-undang ini (UU No 20/2003) karena banyaknya masukan dan catatan kritis dari masyarakat,” ungkap Fikri. [wip]