(IslamToday ID) – Ramainya pernikahan beda agama mendapat sorotan dari Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW). Menurutnya, pernikahan beda agama tidak sesuai dengan aturan hukum di Indonesia sehingga semestinya tidak dilakukan.
“Jadi kalau kita masih ada di Indonesia, harusnya semua pihak mengikuti aturan hukum yang ada di Indonesia,” kata HNW seperti dikutip dari Warta Ekonomi, Rabu (6/4/2022).
Ia menjelaskan, dalam konteks ajaran agama Islam tidak diperbolehkan seorang perempuan muslim menikah dengan yang non muslim. Menurutnya, syariat tersebut sama baik di Nahdlatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah.
“Karenanya mestinya (pernikahan beda agama) tidak terjadi, karena kan tidak sesuai aturan hukum di Indonesia dan tidak sesuai aturan hukum agama,” tuturnya.
Ia menambahkan, seharusnya saksi ataupun konselor pernikahan bisa mengingatkan kepada kedua mempelai terkait aturan hukum dan agama.
HNW paham betul memang beberapa kali aturan soal menikah beda agama tersebut kerap kali digugat uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun MK hingga kekinian belum mengabulkan.
Untuk itu, ia mengatakan dalam membangun rumah tangga yang dicari adalah kebahagiaan bukan justru malah menimbulkan masalah.
“Sesungguhnya kita berkeluarga atau nikah itu kan tidak untuk melanggar hukum, justru dalam rangka menghadirkan sakinah wamadah war-rahmah itu sesuai aturan hukum,” tandasnya.
Kemudian larangan nikah beda agama juga tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Kompilasi hukum Islam yang dimaksud yakni hukum perkawinan, hukum kewarisan, dan hukum perwakafan.
Di pasal 44 Inpres tersebut disebutkan bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.
Larangan nikah beda agama juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan perkara No 68/PUU-XII/2014. Judicial review itu diajukan Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Anbar Jayadi, dan Luthfi Sahputra. Hasilnya, MK menolak permohonan keempatnya.
“Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” demikian bunyi putusan MK yang diketok pada 18 Juni 2015.
MK menolak pernikahan beda agama dengan alasan perkawinan merupakan salah satu bidang permasalahan yang diatur dalam tatanan hukum di Indonesia. Segala tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh warga negara, termasuk dalam hal yang menyangkut urusan perkawinan harus taat dan tunduk serta tidak bertentangan atau melanggar peraturan perundang-undangan.
“Peraturan perundang-undangan mengenai perkawinan dibentuk untuk mengatur dan melindungi hak dan kewajiban setiap warga negara dalam kaitannya dengan perkawinan,” tutur MK.
Perkawinan menurut UU No 1/1974 diartikan sebagai hubungan lahir batin yang terjalin antara seorang pria dan seorang wanita yang diikat oleh tali pernikahan dan menjadikan status mereka sebagai suami istri. Perkawinan ditujukan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Suatu perkawinan dianggap sah apabila dilakukan sesuai dengan hukum masing-masing agama atau kepercayaannya, serta dicatat menurut peraturan perundang-undangan,” urai MK.
Fatwa Haram MUI
Ketua MUI KH Cholil Nafis menyatakan bahwa pernikahan beda agama hukumnya adalah haram dan tidak sah. Ia merujuk pada pendapat para ulama terdahulu dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menurutnya, tidak hanya MUI yang menyatakan nikah beda agama adalah haram, tapi juga NU dan Muhammadiyah. Ia juga merujuk pada fatwanya Syaikh Al Azhar Mesir yakni Syaikh Ahmad Thayyib dan Syaikh Ali Jumah.
“Kalau kita merujuk pendapat ulama, MUI jelas mengatakan nikah beda agama itu hukumnya haram dan tidak sah. Artinya selamanya akan menjadi zina. Itu pendapat di MUI,” kata Cholil dalam acara ‘Catatan Demokrasi’ di TVone, Rabu (23/3/2022).
Ia kemudian menjelaskan, bahwa orang menikah itu adalah urusan agama yang paling utama, sehingga ada tujuan syariat.
“Yakni memelihara keturunan. Ketika pernikahan dianggap tidak sah dan haram, maka keturunan itu dalam pandangan kami anak perempuan (dari hasil pernikahan tidak sah itu) ketika menikah tidak boleh diwaliin oleh yang menghamili. Saya tidak mengatakan suami, karena memang tidak sah. Itu tidak ada hubungan nasabnya,” ungkap Cholil.
“Itu yang kita khawatirkan dengan maraknya nikah beda agama jika sampai dilegalkan nanti nasab itu akan menjadi hilang di antara kita,” tambahnya.
Kemudian Cholil juga mengomentari pernikahan beda agama di Semarang dan Jakarta baru-baru ini. Ia dengan tegas menyatakan bahwa pernikahan itu tidak sah dan haram. “Menurut fatwa MUI dan keyakinan saya itu tidak sah dan haram,” ujarnya.
Permasalahan lain dalam nikah beda agama yakni terkait dengan hukum waris. Yang mana di Islam tidak ada hukum waris di antara orang yang beda agama.
“Dan yang menjadi masalah lagi adalah hukum warisnya, di Islam itu tidak ada hukum waris di antara orang yang beda agama. Apakah itu bapak dengan anaknya, atau antara saudaranya, atau dengan ibunya. Jadi ada paralel banyak, ada banyak mafsadat di dalamnya. Maka ulama yang begitu banyaknya itu mengatakan itu tidak sah,” jelas Cholil. [wip]