(IslamToday ID) – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP Deddy Yevri Sitorus menyarankan agar pemerintah membuat kebijakan jangka pendek dan jangka panjang untuk mengatasi persoalan minyak goreng.
Ia mengemukakan hal itu untuk menanggapi program bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng oleh pemerintah yang diperintahkan Presiden Jokowi pada Selasa (5/4/2022).
Menurut Deddy, yang perlu dilakukan pemerintah saat ini pada jangka pendek yaitu pengawasan dan penegakan hukum yang konsisten serta tidak pandang bulu. “Ini kan pemainnya di hulu dan distributor besarnya tidak banyak. Sebenarnya mudah mengidentifikasi siapa yang bermain,” katanya seperti dikutip dari Kompas, Kamis (7/4/2022).
Ia kini menaruh harapan pada Satgas Minyak Goreng yang baru saja dibentuk. Menurutnya, Satgas tersebut kini mulai mendatangi para pelaku industri minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) maupun minyak goreng. “Mudah-mudahan bisa efektif kerjanya,” ujarnya.
Sementara itu, terkait solusi jangka panjang, pemerintah perlu mengatur tata niaga, rantai pasok dan distribusi yang baik. Deddy menekankan agar pemerintah juga harus mulai membangun pusat penyimpanan cadangan minyak goreng. “Pusat penyimpanan sebagai cadangan untuk menjamin pasokan dan harga yang terjangkau,” ucapnya.
Deddy mengungkapkan, BLT yang kini digelontorkan pemerintah justru tidak cocok dilakukan untuk jangka panjang. Menurutnya, hal itu tidak akan memperbaiki keadaan, baik dari sisi pasokan maupun harga minyak goreng.
“BLT dalam jangka panjang tidak akan memperbaiki keadaan, baik dari sisi pasokan maupun harga. Itu hanya menguntungkan segelintir pengusaha dan merugikan negara,” ujarnya.
Di sisi lain, dalam jangka pendek, BLT dinilai tepat dilakukan. Sebab, hal tersebut dilakukan untuk membantu rakyat miskin agar tidak terbebani harga minyak goreng yang naik, utamanya saat bulan Ramadan di mana kebutuhan bahan pokok meningkat.
“Juga dengan memberikan BLT, diharapkan para pelaku usaha CPO dan minyak goreng serta distributor tidak ragu untuk menyalurkan barangnya,” kata Deddy.
Ia menambahkan, pemerintah perlu memahami bahwa struktur industri dan regulasi di industri minyak goreng punya banyak ruang abu-abu. Ruang tersebut, imbuh Deddy, dengan mudah dimanfaatkan oleh para pemburu rente.
“Kondisi geografis dan perilaku aparatur kita juga menyulitkan pengawasan dan penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Belum lagi pemerintah tidak punya cadangan minyak goreng seperti halnya beras, sehingga operasi pasar untuk menekan harga dan kelangkaan sulit dilakukan saat pelaku industrinya tidak kooperatif,” ujar Deddy. [wip]