(IslamToday ID) – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai Indonesia perlu memiliki Undang-Undang tentang Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional untuk memperkuat Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta mengantisipasi ancaman kejahatan siber dan penyalahgunaan data.
“BSSN perlu diperkuat. Indonesia perlu segera memiliki Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional,” kata Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, Kamis (14/4/2022).
Selama ini, payung hukum BSSN hanyalah berdasarkan kepada UU No 1/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dengan UU No 19/2016, PP No 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Perpres No 28/2021 tentang BSSN.
Menurut Bamsoet, kelahiran Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional juga sejalan dengan amanat Presiden Jokowi yang menegaskan dalam Sidang Tahunan MPR RI pada 16 Agustus 2019 lalu bahwa Indonesia harus bersiap menghadapi ancaman kejahatan siber dan penyalahgunaan data.
Melalui serangan siber, sebuah negara bisa membuat jaringan telekomunikasi dan internet di negara lain mati total, digital perbankan kacau, radar militer maupun penerbangan sipil tidak bisa digunakan.
“Bahkan lebih mengerikan, alat tempur seperti pesawat dan kapal selam dikendalikan dari luar negeri untuk melakukan serangan seperti melempar bom tanpa bisa dikendalikan oleh pihak kita,” ujar Bamsoet usai bertemu Kepala BSSN Hinsa Siburian di kantor BSSN, Jakarta.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, selain memiliki Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional, Indonesia juga perlu memiliki Single Identity Number.
Di dalamnya tidak hanya memuat database kependudukan seperti nama, jenis kelamin, alamat, dan hal dasar lainnya, melainkan juga terintegrasi dengan pajak dan kesehatan (BPJS).
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu peran BSSN khususnya dalam mengamankan data dari berbagai serangan siber yang dilancarkan oleh para pihak tidak bertanggung jawab.
“Dengan memiliki Single Identity Number seperti halnya berbagai negara besar dunia, Indonesia akan mendapatkan banyak manfaat. Antara lain mengatasi masalah yang timbul akibat tersegmentasinya data penduduk di berbagai kementerian/lembaga, sebagai instrumen monitoring tingkat kepatuhan warga dalam memenuhi hak dan kewajibannya seperti pajak, hingga berkontribusi dalam memberikan informasi detail mengenai kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan masyarakat,” ungkap Bamsoet. [wip]