(IslamToday ID) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berencana menerapkan pembayaran untuk akses Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada database kependudukan. Hal tersebut dibenarkan oleh Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrullah.
Menurutnya, tarif yang bakal diberlakukan yakni sebesar Rp 1.000 per akses database. Pengenaan tarif Rp 1.000 per akses database tersebut berlaku bagi lembaga yang menggunakan database kependudukan.
Lantas, apa alasan diberlakukannya tarif Rp 1.000 untuk akses NIK tersebut? Zudan menjelaskan, selama ini pelayanan administrasi kependudukan (adminduk) di Ditjen Dukcapil Kemendagri difasilitasi oleh SIAK Terpusat dan akses digratiskan.
Pemerintah yang menanggung semua beban biaya melalui APBN. Pelayanan adminduk ini, imbuhnya, menghasilkan output berupa 24 dokumen penduduk dan database kependudukan.
Database ini dikelola oleh Ditjen Dukcapil dan dimanfaatkan oleh 4.962 lembaga pengguna (user) yang telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Dukcapil. Sayangnya, perangkat penunjang database ini sudah berumur 10 tahun dan butuh perangkat pendukung yang memadai.
“Perangkat keras tersebut rerata usianya sudah melebihi 10 tahun. Selain itu, sudah habis masa garansi,” kata Zudan seperti dikutip dari Kompas, Sabtu (16/4/2022).
“Selain itu, sudah habis masa garansi. Spare part perangkat itu pun sudah tidak diproduksi lagi (end off support/end off life),” lanjutnya.
Berkaca dari kondisi tersebut, sudah saatnya server-server itu diremajakan agar pelayanan publik menjadi lebih baik, dan menjaga pemilu presiden dan pilkada serentak 2024 bisa berjalan dengan baik dari sisi penyediaan daftar pemilih.
“Semua ini memerlukan dukungan perangkat keras yang terdiri dari server, storage dan perangkat pendukung yang memadai,” imbuhnya.
Lebih lanjut, menurut Zudan, sejauh ini segala perangkat lawas tersebut belum dilakukan peremajaan dan penambahan perangkat lantaran ketiadaan anggaran.
Guna berupaya untuk meng-upgrade server, pihaknya sedang mengajukan alternatif pendanaan melalui Bappenas dan World Bank. Kemendagri juga sedang menyusun regulasi tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) layanan pemanfaatan data adminduk oleh user yang saat ini sudah memasuki tahap paraf koordinasi antar K/L.
Sepengetahuannya, Mendagri Tito Karnavian pun sudah menyetujui dan memaraf draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Saat disinggung terkait penerapan tarif NIK Rp 1.000 tersebut, imbuhnya, bakal berlaku pada 2022. “Dari tahun 2013, layanan untuk akses NIK ini gratis. Mulai tahun 2022 akan berbayar bagi industri yang bersifat profit oriented. Sedangkan untuk pelayanan publik, bantuan sosial, penegakan hukum tetap gratis,” katanya.
Misalnya, untuk BPJS Kesehatan, pemda, kementerian, lembaga, sekolah, kampus tetap gratis. Ia berharap PNBP ini dapat membantu Ditjen Dukcapil dalam melakukan pemeliharaan dan pengembangan sistem dalam jangka panjang.
“Saat ini sebanyak 273 juta data penduduk terjaga baik, aman, sudah ada back up data di DRC Batam dan storage-nya masih relatif baru dengan kapasitas yang mencukupi,” kata Zudan.
Sesuai dengan bunyi pasal 1 poin 12 UU No 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan bahwa Nomor Induk Kependudukan (NIK) adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.
NIK tersebut berlaku seumur hidup dan selamanya, yang diberikan oleh pemerintah dan diterbitkan oleh Instansi Pelaksana kepada setiap penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata.
Kemudian, NIK pertama kali diperkenalkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan ketika pemerintah menerapkan sistem KTP nasional yang terkomputerisasi. [wip]