(IslamToday ID) – Para petani melaporkan hasil penjualan sawit menjelang lebaran yang berujung merugi akibat larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang diterapkan Presiden Jokowi.
“Menjelang lebaran kemarin, petani yang mengharapkan sebuah harga yang baik ya itu justru hancur harganya semua, karena cuma bisa dijual separuh dari harga yang biasa,” kata Ketua Serikat Petani Indonesia Henry Saragih, Sabtu (7/5/2022).
Ia menerangkan bagaimana larangan ekspor CPO membuat harga tandan buah segar (TBS) alias biaya produksi di tingkat petani merosot drastis, bahkan sebelum kebijakan tersebut resmi diterapkan pada 28 April lalu.
“Dengan adanya larangan ekspor CPO ini, begitu presiden umumkan seminggu sebelum tanggal 28 itu, harga tandan buah segar di tingkat petani itu turun drastis, antara 30 sampai 50 persen,” ungkap Henry seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Ia mengungkapkan bahwa sebelumnya harga TBS melebihi Rp 3.000. Kini, harga terpangkas 50 persen menjadi Rp 1.500. Ada pula yang gagal jual karena harganya tidak laku.
“Jadi ya sekarang kenyataannya harga minyak goreng belum turun, harga pertaniannya ya turun. Jadi, itu yang menurut kita sangat fatal,” sebutnya.
Sebelumnya, pengamat sempat memprediksi bahwa kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) akan turut merugikan petani yang bergantung pada ekspor untuk pemasukan mereka.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, petani berpotensi kehilangan pasar karena mayoritas produksi Indonesia diekspor. “Siapa yang beli? Kita punya jutaan petani yang harus bergantung ke pasar ekspor,” terangnya.
Ia juga menyarankan agar pemerintah seharusnya membatasi dan bukan melarang. Sebab, konsumsi CPO dalam negeri hanya sekitar 6 hingga 7 juta ton. “Konsumsi dalam negeri hanya 6-7 juta ton, tapi 30 jutaan ton dilarang ekspor mau dikemanakan? Busuk dong?” ujarnya.
Presiden Jokowi mulai melarang ekspor bahan baku minyak goreng seperti CPO dan minyak goreng mulai 28 April 2022. Jokowi mengatakan keputusan itu diambil dengan beberapa pertimbangan.
Salah satunya, kegagalan pemerintah dalam mengatasi lonjakan harga minyak goreng 4 bulan belakangan ini. Harga minyak goreng memang melonjak tajam dari Rp 14.000 per liter menjadi ke kisaran Rp 20.000 sejak pertengahan tahun lalu.
Jokowi mengakui larangan ekspor itu bisa berdampak negatif. Larangan bisa merugikan petani karena hasil panen mereka berpotensi tak terjual.
Selain itu, katanya, larangan juga berpotensi menggerus pendapatan dan devisa negara. Tapi apapun itu, kata Jokowi, keputusan harus diambil. Menurutnya, pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat merupakan yang utama. Karena itu, ia meminta kepada para pelaku industri sawit dan minyak goreng untuk mendukung langkahnya itu. [wip]