(IslamToday ID) – Proses pemilihan penjabat (Pj) kepala daerah oleh pemerintah pusat diharapkan berlangsung secara terbuka dan melibatkan publik. Hal itu diungkapkan oleh peneliti dari Perhimpunan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadhli Ramadhanil dalam diskusi virtual, Senin (16/5/2022).
Ia mengatakan langkah itu diperlukan lantaran sesuai amanat konstitusi yang ada, pemilihan kepala daerah wajib dilakukan secara demokratis dan melibatkan partisipasi dari masyarakat. Di sisi lain, katanya, hal itu juga menjadi penting karena akan ada banyak kepala daerah yang habis masa jabatan definitifnya pada periode 2022-2023 mendatang.
“Maka menjadi penting untuk kita berbicara bagaimana proses pengisian penjabat kepala daerah. Mengingat akan ada banyak kepala daerah yang habis masa jabatan definitifnya,” ujar Fadhli seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Lebih lanjut, ia mengatakan, banyak para penjabat kepala daerah yang dipilih itu akan mengisi kekosongan kepemimpinan pemerintah daerah dalam waktu yang sangat lama.
Bahkan, menurutnya, para penjabat yang sudah dilantik sejak Mei ini, berpotensi memegang jabatannya selama tiga tahun hingga 2025 mendatang. Perkiraan itu dilakukan berdasarkan time line pelaksanaan Pilkada serentak yang baru akan dilakukan pada November 2024 mendatang.
Sementara berdasarkan proses pemilu, akan ada tahapan rekapitulasi dan perselisihan hasil yang setidaknya akan memakan waktu selama tiga bulan sejak pencoblosan.
“Kalau kita lihat time frame waktunya, paling cepat kepala daerah definitif hasil pemilu baru bisa dilantik di bulan Maret atau April 2025,” jelasnya.
Panjangnya masa jabatan itulah yang menurutnya kemudian sudah menggeser makna penjabat kepala daerah dalam konstitusi. Pasalnya dengan kewenangan yang setara dan masa jabatan yang panjang maka pemilihan harus dilakukan secara terbuka dan partisipatif.
Sehingga tidak mengkhianati konstitusi yang ada dan juga agar tidak terkesan politis lantaran ditetapkan secara mutlak oleh pemerintah pusat.
“Kita tahu sekarang proses pengisian penjabat yang dilakukan itu belum partisipatif, terbuka, dan demokratis. Kita tidak pernah tahu prosesnya, tiba-tiba muncul saja nama penjabat,” tegasnya.
Padahal, menurut Fadhli, para penjabat kepala daerah ini memiliki dua pekerjaan rumah yang besar. Pertama, mereka harus memastikan legitimasi hukum yang ada sudah tuntas ketika akan memulai kedudukannya penjabat kepala daerah.
Kedua, mereka juga harus memastikan roda pemerintahan, pelayanan publik berjalan dengan baik. Sementara dari segi elektoral 2024, para penjabat juga bertugas untuk memastikan anggaran penyelenggaraan pilkada serentak bisa direncanakan dan diadakan sesuai dengan kebutuhan.
“Dan kita semua tahu persiapan untuk penganggaran penyelenggaraan pilkada melalui APBD itu tidak mudah,” tuturnya.
Belum lagi, katanya, para penjabat itu mesti berkomunikasi dengan seluruh stakeholder terkait di daerah khususnya DPRD guna memastikan keberlangsungan pilkada serentak 2024.
“Tantangan elektoral kedua, para penjabat ini juga wajib menjaga netralitas ASN, menjaga stabilitas politik dan sosial di tengah kuatnya pertarungan dalam kontestasi Pemilu 2024,” pungkasnya. [wip]