(IslamToday ID) – Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengaku setuju saja jika ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 0 persen. Namun perubahan itu menurutnya hanya mungkin dilakukan setelah Pemilu 2024 atau periode pemilu berikutnya.
“Saya sih setuju saja PT 0 persen, tapi bukan sekarang. Kalau sekarang permainan sudah mau dimulai, ibarat mau main bola ini para pemain sudah siap untuk masuk lapangan, tapi tiba-tiba dibuat pengumuman peraturan diganti. Padahal para pemain sudah di pinggir lapangan semua,” kata Jimly saat berbincang dengan Refly Harun di RH Channel, Kamis (26/5/2022).
Ia berpendapat memang seharusnya PT itu 0 persen. Namun realita sekarang tidaklah memungkinkan sebab banyak hambatan untuk mengamandemen konstitusi. Misalnya, tidak ada lagi keinginan dari partai-partai politik ke arah itu, serta dari Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri sudah berulang kali menolak gugatan soal PT itu.
“Realitanya sekarang ini ada isu tiga periode, ada isu calon independen, makanya ini perubahan (amandemen) undang-undang dasar pending sekarang. Untuk menghidupkan GBHN pun nggak jadi. Maka kira-kira di periode ini tidak ada perubahan konstitusi. Tapi saya berharap perubahan ini (menjadi PT 0 persen) dapat dilakukan setelah 2024,” ungkap Jimly.
Ia kemudian bercerita jika pernah menjadi pemantau pemilu di Rusia yang terakhir dengan kemenangan oleh Vladimir Putin. Jumlah calon presiden yang mendaftar kala itu mencapai 34 orang, tapi kemudian diseleksi hanya tinggal 8 orang. “Putin yang populer itu hanya mendapatkan 76 persen, dan sisanya itu memilih yang 7 orang, dan tidak apa-apa,” ujar Jimly.
Menurut Jimly, untuk Indonesia yang seplural dan sekompleks ini tidaklah masalah jika calon presidennya banyak. Namun ia menyarankan agar koalisi parpol dilakukan hanya sekali saja saat membentuk kabinet.
“Jadi kalau di Indonesia yang sekompleks dan seplural ini misalkan capresnya ada 9 orang, kenapa tidak? Alangkah baiknya koalisi cukup sekali, koalisi itu ketika menyusun kabinet, sedangkan kayak sekarang ini ada tiga kali koalisi. Pre electoral koalisi, second round koalisi, dan kabinet koalisi,” ungkapnya.
Jimly mengatakan tiga kali koalisi antar parpol dengan berubah-ubah itu tidaklah sejati. Menurutnya, cukup kerja sama itu satu kali saat membentuk kabinet sehingga koalisinya kuat. “Maka harus mayoritas iya, tapi dibentuknya bareng-bareng. Tapi sekali lagi itu hanya mungkin di periode sesudah 2024. Kalau sekarang akan mengacaukan sistem, lagi pula MK sudah 18 kali lebih menolak (gugatan PT),” pungkasnya. [wip]