ISLAMTODAY ID (SOLO)— Peringatan hari ulang tahun Mega Bintang ke-25 menjadi momentum refleksi perjalanan Indonesia selama 25 tahun terakhir. Situasi sosial, politik, hukum dan ekonomi dinilai tidak jauh lebih baik keadaanya.
Pelaksanaan hukum yang jauh dari rasa keadilan bahkan cenderung timpang. Begitu pula dalam masalah sosial, ekonomi, polarisasi politik rakyat bisa mengancam persatuan bangsa.
“Kekuasaan yang penuh praktik hukum dan peradilan yang timpang dan jauh dari keadilan. Kesenjangan sosial-ekonomi masyarakat, keterbelahan politik rakyat yang mengancam persatuan bangsa,” ungkap Mudrick Sangidu dalam rilisnya.
Kondisi dan situasi yang tidak baik-baik saja ini mendorong Mega Bintang mengajak masyarakat untuk berani bersuara dan melawan. Hal ini bahkan dijamin dalam konstitusi negara, UUD 1945.
“Segenap rakyat berhak untuk menyuarakan pendapat dan menjalankan hak konstitusional lain sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku,” ujar Mudrick.
“Mega Bintang lahir dan sebagai simbol perlawanan kepada kedzaliman dan ketidakadilan,” tegasnya.
Salah satu agenda penting dalam peringatan ulang tahun 25 Tahun Mega Bintang ialah Dialog Nasional yang bertajuk Kedaulatan Rakyat vs Oligarki dan KKN. Acara yang dihadiri oleh sejumlah tokoh ini merupakan bagian dari upaya pendidikan politik kepada masyarakat.
“Rakyat sudah seharusnya diberikan pemahaman bagaimana sebenarnya situasi yang terjadi,” ucap Mudrick.
Ia menambahkan sudah seharusnya rakyat dibangkitkan kesadarannya akan hak-haknya sebagai warga negara. Rakyat diingatkan kembali akan kedaulatannya sehingga berani melakukan perlawanan secara konstitusional.
Mega Bintang sepanjang 25 tahun telah melakukan berbagai langkah kongkrit dengan turun langsung membantu mengatasi permasalahan masyarakat. Sejumlah aktivitas sosial dijalankan oleh Mega Bintang.
Pertama, melakukan pembangunan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) untuk anak-anak lengkap dengan fasilitas MCK. Jumlah keseluruhannya mencapai 41 MCK yang terbagi di dua wilayah, Surakarta dan Sukoharjo.
“(Menyediakan) lampu mercury untuk penerangan jalan sekitar MCK,” tutur Mudrick.
Kedua, memberikan pendampingan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu, yang dilakukan oleh LBH Mega Bintang.
Ketiga, membangun dan memelihara pos polisi di Kota Surakarta yang dilakukan antara tahun 2001 sampai tahun 2021. Pos-pos polisi tersebut dulunya pernah dirusak oleh massa saat terjadi kerusuhan tahun 1999.
“(Namun) pada tahun 2021, pos-pos polisi tersebut dirobohkan oleh Pemkot Surakarta untuk pembangunan trotoar. Maka sejak tahun 2021, kami sudah tidak merawatnya lagi,” ujar Mudrick.
Keempat, membangun dan merawat sumber mata air serta memberikan bantuan air bersih secara berkala di daerah-daerah kekeringan di Sragen, Sukoharjo dan Wonogiri.
Kelima, memberikan bantuan sosial kemanusiaan berupa sembako secara rutin. Selain sembako diberikan pula perlengkapan ibadah kepada masyarakat miskin di wilayah Surakarta, Boyolali, Sragen dan Wonogiri.
Mega Bintang Bagian Sejarah Konsolidasi Civil Society
Ketua DPD RI, LaNyalla M Mattalitti dalam orasinya pada peringatan HUT ke-25 Mega Bintang yang berlangsung di Gedung Umat Islam, Kartopuran, Solo mengemukakan kelahiran Mega Bintang memiliki sejarah penting. Melakukan konsolidasi masyarakat sipil di tengah pemerintahan orde baru yang cenderung otoriter.
“25 tahun yang lalu, konsolidasi sipil tersebut terbangun karena arah perjalanan bangsa saat itu, di era Orde Baru semakin melemahkan Kedaulatan Rakyat dengan sistem pemerintahan yang semakin otoriter dan state heavy,” kata La Nyalla.
Gerakan konsolidasi masyarakat sipil juga perlu dilakukan lagi pada saat ini. Pasca dilakukannya amandemen UUD tahun 1999 dan tahun 2002, kedaulatan rakyat terus mengalami pelemahan.
“Kedaulatan rakyat bukan semakin menguat. Tetapi menjadi kedaulatan prosedural dan kedaulatan seremonial melalui Pemilu,” ujar La Nyalla.
La Nyalla menyayangkan dengan kemunduran kedaulatan rakyat yang terjadi di Indonesia. Rakyat tidak bisa menikmati statusnya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di negerinya sendiri.
“Malah mengubah konsep kedaulatan yang seharusnya: Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat. Menjadi: Dari Rakyat, Oleh Partai Politik, dan Untuk Oligarki,” jelasnya. (kukuh)