ISLAMTODAY ID (SOLO)— Nasyiatul Aisyiyah, organisasi otonom Muhammadiyah menjadikan masalah stunting atau gagal tumbuh pada anak-anak sebagai isu utama sejak tahun 2016. Mereka pun giat melakukan edukasi kepada masyarakat, salah satunya di Kota Solo.
Ketua Departemen Pendidikan dan Penelitian Pengurus Pusat (PP) NA, Hanifah menjelaskan lebih lanjut terkait isu stunting yang menjadi concern mereka. Beberapa program kerja dalam beberapa tahun terakhir fokus pada pengentasan stunting.
“NA, kami organisasi dengan tagline ramah perempuan dan anak, (stunting) menjadi concern khusus. Stunting dalam beberapa tahun terakhir memang menjadi branding kami,” kata Hanifah kepada ITD News saat ditemui di sela-sela acara Bincang Warga & Rilis Media Eco Bhineka Joyotakan, Surakarta pada Ahad, 26 Juni 2022.
Hanifah menambahkan pihaknya memiliki sejumlah program khusus untuk terlibat dalam pengentasan stunting yang digalakan oleh pemerintah. Program-program tersebut juga mendorong NA dinobatkan sebagai organisasi yang peduli pada masalah stunting.
“Atas nama organisasi (menerima penghargaan) tokoh masyarakat yang peduli dengan stunting yang diterima oleh ketua kami, mbak Diyah Puspitarini,” ucap Hanifah.
Ia menuturkan sejauh ini keterlibatan NA dalam pengentasan stunting telah dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia. Terutama daerah di luar Jawa seperti Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Langkah taktis yang ditempuh NA tidak hanya mengedukasi para kader posyandu atau tokoh masyarakat saja. Mereka juga memberikan edukasi kepada para remaja sebagai calon orang tua.
“Kami melalui program Pasmina, Pelayanan Remaja Sehat Milik Nasyiatul Aisyiyah itu sangat menekankan terkait gizi seimbang,” ungkap Hanifah.
“Beberapa kita masukkan ke Keluarga Muda Tangguh Nasional Aisyiyah salah satu terkait kesehatan,” ujarnya.
Pendapat Pakar
Sementara itu akademisi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Nur Lathifah Mardiyati, S.Gz., M.S selaku narasumber dalam acara tersebut menjelaskan lebih lanjut tentang relasi stunting dan gizi yang terjadi secara global. Artinya tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di negara lain.
“Jadi di dunia termasuk di Indonesia sebenarnya mengalami permasalahan, permasalahan utama mengenai gizi,” ungkap Nur.
Stunting disebabkankan oleh kurangnya asupan gizi yang berlangsung cukup lama yang dialami anak-anak.
“Anak yang stunting, disebabkan oleh gizi kurang yang terjadi nggak hanya sehari, dua hari atau sebulan tapi yang lama sekali,” ujarnya.
Gejala stunting sejak masih anak-anak bisa dilihat dari berat badannya yang tidak ideal jika dilihat dari umur anak. Gejala berat badan inilah yang bisa dilihat pada awalnya.
“Anak yang asupannya kurang yang pertama terlihat perubahannya itu berat badannya dulu, jadi belum terlihat dari indeks tinggi badan,” tutur Nur.
Stunting tidak hanya menyebabkan tinggi badan seseorang menjadi pendek namun juga berdampak pada beberapa aspek kehidupan sosial dan kesehatan anak. Penghasilannya ketika bekerja akan menurun, kecerdasan menurun dan berpotensi obesitas ketika dewasa.
Nur mengungkapkan ada enam penyebab terjadinya stunting di Indonesia. Pertama, rendahnya ASI ekslusif dan kurangnya MPASI; kedua, sosial ekonomi; ketiga, permasalahan ketika lahir, panjang lahir rendah; keempat, rendahnya pendidikan ibu; kelima, permasalahan tingkat rumah tangga, akses KM dan air bersih dan keenam, rendahnya akses kesehatan.
Nur pada kesempatan tersebut memberikan sepuluh panduan gizi seimbang pada anak-anak. Kesepuluh langkah tersebut diantaranya biasakan mengonsumsi aneka ragam makanan pokok, batasi konsumsi panganan manis, asin dan berlemak, lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan ideal, biasakan mengonsumsi lauk pauk yang berprotein tinggi, banyak makan buah dan sayur, cuci tangan pakai sabun, biasakan sarapan pagi, biasakan minum air putih yang cukup dan aman, biasakan membaca label pada kemasan pangan terakhir syukuri dan nikmati aneka ragam makanan.
Reporter: Kukuh Subekti