(IslamToday ID) – Pakar ekonomi Faisal Basri menyatakan perkembangan ekonomi Indonesia sangat lambat meski sudah merdeka selama 77 tahun. Menurutnya, yang makmur dan sejahtera bukan rakyat banyak seperti cita-cita kemerdekaan, tetapi para oligarki yang tidak ada peran dan sahamnya dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Faisal kemudian membandingkan kondisi Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) yang sama-sama merdeka pada tahun 1945.
“Tetapi coba perbandingkan bagaimana perkembangan ekonomi dan kesejahteraan di kedua negara itu. Indonesia cuma mengalami perang kemerdekaan, sedangkan Korsel di samping perang kemerdekaan melawan Jepang, mereka pun terlibat perang saudara dengan Korea Utara,” ujarnya di acara sarasehan kebangsaan yang digelar Syarikat Islam di Jakarta, dikutip dari Harian Terbit, Selasa (16/8/2022).
“Sekarang Korsel mempunyai GNP (Gross National Product atau Penghasilan Nasional Rata-rata) sebesar 35.000 dolar AS (per tahun), sedangkan kita cuma 4.200 dolar AS,” lanjutnya.
“Jauh sekali jomplangnya. Malah dengan Malaysia, yang merdekanya 17 tahun setelah kita, tetap saja kita kalah. Malaysia punya GNP 12.000 dolar AS. Di mana salahnya?” kata pengajar di Faklutas Ekonomi UI tersebut.
Ekonomi Korsel dan Malaysia, katanya, tidak digerogoti oleh oligarki. Negara sepenuhnya mengatur perekonomian nasional.
Menurutnya, yang terjadi di Indonesia adalah perkembangan oligarki malah sudah mengancam eksistensi negara. Oligarki itu terbukti cuma menguntungkan sedikit orang, tetapi menyengsarakan rakyat banyak.
Ia menyebut cita-cita kemerdekaan kita yang tertuang indah dalam pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ternyata jauh dari fakta yang sesungguhnya.
“Yang terjadi malah sebaliknya. Praktik suap menyuap, penguasaan sumber-sumber ekonomi di tangan segelintir orang dan kekuasaan hanya dimonopoli oleh keluarga merupakan hasil buruk dari kemerdekaan kita yang ke-77,” beber Faisal.
“Kita harus melakukan perubahan. Oligarki ekonomi dan politik harus dihentikan untuk kehidupan rakyat yang lebih baik. Jika tahun 2024 tidak bisa dihentikan, maka kisah sedih rakyat Indonesia akan makin parah,” sambungnya.
Faisal mengambil contoh produksi batubara nasional yang seharusnya dikelola oleh negara sesuai dengan pasal 33 UUD 1945, saat ini cuma dikuasai oleh 11 orang penguasaha. Dua di antaranya adalah anggota kabinet Jokowi, sedangkan sembilan lainnya adalah pengusaha besar baik pribumi maupun non pribumi.
“Mereka itu bisa menentukan pasokan untuk PLN. Jika mereka menyetop pasokan maka dipastikan listrik untuk rakyat akan terganggu,” ujarnya.
“Sekarang saja, PLN tidak berdaya karena harus menaikkan harga jual ke rakyat atas didesak oleh kekuatan monopolis itu,” tambah Faisal.
Perubahan harus dilakukan agar kehidupan rakyat bisa lebih baik. Ia menilai presiden terpilih pada Pilpres 2024 harus punya keinginan kuat memperbaiki semua masalah itu agar cita-cita kemerdekaan tak semakin jauh. [wip]