(IslamToday ID) – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santosa menanggapi beredarnya dokumen PDF bertuliskan ‘Kekaisaran Sambo dan Konsorsium 303’ yang berisi nama-nama anggota polisi yang disebut terlibat dalam mafia judi.
Menurut Sugeng, jika merujuk pada data grafis yang beredar tersebut kuat dugaan yang membuat adalah oknum di internal kepolisian. Alasannya karena ada persaingan di tubuh Polri sendiri yang akhirnya membangkitkan kecemburuan.
Sugeng menyatakan, dokumen grafis tersebut sangat mirip dengan yang dibuat penyidik polisi saat gelar perkara. Format dengan flowcat seperti itu sangat memudahkan dalam gelar perkara terutama untuk memahami sebuah alur cerita.
“Dari format yang saya lihat, karena saya sering mengikuti gelar perkara, kalau di gelar perkara itu penyidik memudahkannya dengan membuat flowcat untuk memudahkan pengertian gelar perkara dan flowcatnya mirip kayak gitu,” ungkap Sugeng dikutip dari acara Dua Sisi TVOne, Jumat (19/8/2022).
“Flowcat dengan tanda panah, kemudian maknanya seperti tadi, biasanya dibuat oleh penyidik untuk gelar perkara, ini mirip dengan yang dibuat oleh polisi,” tambahnya.
Indikasi kedua bahwa dokumen grafis tersebut dibuat oleh oknum polisi adalah karena datanya begitu lengkap. “Datanya begitu lengkap dengan kemampuan menarik akses informasi di dalam fitur Telegram, artinya adalah pihak yang memiliki kemampuan kelengkapan dan akses untuk menarik data seperti itu biasanya untuk penyidikan,” ujarnya.
Soal disebutnya sejumlah nama di dokumen grafis yang beredar tersebut, salah satunya Irjen Ferdy Sambo, Sugeng mengatakan ada upaya pendiskreditan sosok-sosok itu. Ia menduga ada persaingan kuat di internal kepolisian.
“Entah ini kelompok yang mana atau siapa kita tidak tahu. Ini jelas untuk mendiskreditkan orang-orang ini, karena nama-nama tersebut terkait dengan Satgassus Merah Putih, karena Satgassus itu menimbulkan kecemburuan di elite, meskipun nama-nama tersebut tidak terkait dengan tindak pidana pembunuhan Brigadir J,” ungkap Sugeng.
Menurutnya, sangat penting bagi Polri untuk menyelidiki dan mengklarifikasi terkait dengan munculnya data tersebut. Grafis data itu juga bisa dijadikan masukan bagi Polri karena sudah beredar luas. “Tetap kedepankan asas praduga tak bersalah,” pungkasnya. [wip]