(IslamToday ID) – Pengembang properti menjadi ketar-ketir dengan sinyal kuat bakal naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat. Pasalnya, dampak dari kenaikan BBM jelas bakal mendongkrak ongkos produksi terutama naiknya bahan-bahan material.
Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) khawatir kenaikan harga BBM yang mempengaruhi harga jual material akan menghentikan industri perumahan, khususnya rumah sederhana atau rumah subsidi.
Ketua Umum DPP Apersi Junaidi Abdillah mengatakan saat ini bahan baku material sudah cukup menekan produksi, ditambah harga rumah subsidi yang hampir 3 tahun ini belum mengalami kenaikan.
“Itu yang kita khawatirkan, rumah subsidi hampir 3 tahun tidak ada kenaikan, sedangkan material tidak akan bisa dibendung karena situasi dan kondisi,” kata Junaidi dikutip dari Bisnis.com, Rabu (31/8/2022).
Meski demikian, ia memastikan pengembang akan berupaya melakukan inovasi agar pengadaan rumah tetap berjalan menyesuaikan dengan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) yang terbatas.
Yang menjadi masalah adalah ketika RAB tidak dapat mencukupi. Menurutnya, hal ini justru akan menghentikan industri properti, khususnya rumah subsidi yang harganya sudah dipatok pemerintah.
Di sisi lain, Junaidi tak memungkiri dampak akan langsung terasa apabila kenaikan harga BBM telah terjadi. Apalagi jika tidak dibarengi dengan penyesuaian harga rumah, maka produksi rumah dapat terhenti.
“Ini harus segera ada campur tangan pemerintah terkait tidak terbendungnya material-material naik akibat kenaikan harga minyak,” ujarnya.
Efek lanjutan dapat terasa pada daya serap masyarakat untuk membeli rumah yang dinilai tidak dapat terlaksana dengan maksimal. Di samping itu, pengembang rumah subsidi saat ini hanya dapat bertahan untuk menyelesaikan kewajiban kepada perbankan, kewajiban terhadap karyawannya dan biaya maintenance.
Sebelumnya, dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) disebutkan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) kelompok bangunan atau konstruksi per Juli 2022 naik 0,64 persen dari bulan sebelumnya.
Secara tahunan kenaikan harga bangunan tercatat hingga 5,88 persen year on year (YoY). Kenaikan harga pada solar dengan andil 0,23 persen memacu harga kenaikan aspal 0,17 persen, semen 0,17 persen, dan pasir 0,06 persen.
Senada, Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit juga memproyeksi dampak kenaikan BBM ke sektor properti. Menurutnya, kondisi ini merupakan cost push inflation, di mana kenaikan BBM berdampak pada kenaikan biaya produksi bahan-bahan bangunan, termasuk biaya ongkos kirim atau transportasi.
“Kalau kenaikan BBM sekitar 10-20 persen, maka harga bahan bangunan bisa naik 8-12 persen. Dampak tinggi akan terasa terhadap bahan material besi beton, semen, kaca, dan sebagainya,” jelasnya.
Namun, ia melihat di tengah pemulihan ekonomi saat ini, pengembang akan berhati-hati menaikkan harga karena bisa berdampak negatif terhadap penjualan.
Dengan begitu, proses pemulihan sektor perumahan dan properti tidak akan terganggu secara signifikan. Ia menilai pengembang dan perbankan sudah sangat berpengalaman menyiasati kondisi-kondisi seperti ini.
“Pengembang harus menurunkan profit marginnya untuk menjaga agar penjualan tidak menurun,” ujarnya.
Sama halnya dengan pihak perbankan yang akan menyiasati kenaikan BBM dan kenaikan tingkat bunga BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR). Ia menilai perbankan akan menurunkan profit margin dengan tujuan tidak lain untuk menjaga keberlangsungan pemulihan pasar perumahan yang tengah berjalan saat ini. [wip]