(IslamToday ID) – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kini mulai mengancam pekerja tekstil dan garmen (pakaian jadi) di Jawa Tengah (Jateng). Hal ini diungkapkan oleh Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia, Redma Gita Wirawasta.
Sebelumnya, PHK massal ramai dilaporkan terjadi di wilayah Jawa Barat. Melanda puluhan ribu karyawan di industri padat karya, mulai dari pabrik alas kaki sampai tekstil dan produk tekstil (TPT), termasuk garmen.
“Data yang resmi masuk ke Disnaker (Dinas Ketenagakerjaan di daerah) masih dari Jawa Barat. Tapi info dari perusahaan yang lain di Jawa Tengah juga sudah ada yang PHK,” kata Redma dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (9/11/2022).
“Belum ada laporan secara resmi, tapi info dari teman-teman di sana, sudah mencapai 20.000 yang dirumahkan,” tambahnya.
Dari laporan tersebut, ia menjelaskan, untuk industri hulu tekstil masih baru hanya merumahkan karyawan.
“Kalau hilir sepertinya sudah ada PHK,” ujar Redma.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengkonfirmasi, setidaknya ada 10.765 orang yang kena PHK per September 2022.
“Kalau kita lihat kasus PHK pada 2019 sampai September 2022, PHK yang paling tinggi di 2020, ketika mengalami pertama kali pandemi. Dan ini data per September yang diinput mencapai 10.765 orang,” kata Ida saat Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11/2022).
Dari paparan Menaker, kasus PHK pada tahun 2019 lalu mencapai 18.911 orang, lalu tahun 2020 meledak hingga 386.877 orang, pada 2021 mencapai 127.085 orang.
Menanggapi hal tersebut, Redma mengatakan, jumlah yang disebutkan Menaker adalah hanya menyangkut karyawan tetap.
“10.000 Itu PHK karyawan tetap. Banyak yang karyawan kontrak di-terminate kontraknya, ini tidak termasuk data PHK-nya Kemenaker,” katanya.
“Data yang dirumahkan juga tak masuk data PHK. Tapi pada faktanya lapangan, pengurangan tenaga kerja sudah sampai 73.000 (di Jawa Barat) ditambah 20.000 di Jawa Tengah,” kata Redma.
Untuk itu, ia berharap pemerintah tegas membenahi pasar domestik.
“Pasar dalam negerinya dibenahi, impornya ditertibkan. Kalau kita bisa jualan di pasar domestik, tidak akan ada pengurangan karyawan. Mereka bisa tetap bekerja, memperkuat daya beli meski ada inflasi, ekonomi tetap tumbuh,” pungkas Redma. [wip]