(IslamToday ID) – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menolak usulan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri soal tidak mengubah nomor urut partai politik (parpol) dalam pemilu.
Lucius menilai usulan itu akan menimbulkan ketidakadilan, karena partai-partai lama akan mendapat banyak keistimewaan dari aturan itu.
“Saya kira juga itu seperti melanjutkan praktik yang cenderung tak adil. Setelah parpol parlemen tak perlu mengikuti verifikasi faktual, lalu mereka juga tak perlu mengikuti undian nomor urut,” katanya dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (16/11/2022).
Lucius berkata aturan itu akan memudahkan partai lama untuk menarik perhatian publik. Mereka tak perlu repot-repot mempromosikan nomor urut ke masyarakat. Sementara itu, partai baru tetap berjuang dari nol untuk memperkenalkan nomor urut mereka. Menurutnya, hal itu akan berpengaruh pada perolehan suara.
“Prinsip keadilan bagi semua peserta pemilu itu jadi sulit dijelaskan jika keistimewaan-keistimewaan untuk sebagian peserta diberikan dan yang lainnya tidak,” ujarnya.
Lucius juga mengkritik langkah DPR ikut campur dalam memasukkan aturan itu dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Ia mengingatkan DPR tak punya ruang dalam pembentukan Perppu.
“Waduh kok DPR ikut siap-siap Perppu juga? Perppu kok direncanakan seperti undang-undang? Padahal mestinya sih Perppu itu untuk menjawab kemendesakan situasi,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengusulkan agar nomor urut partai politik tak diubah setiap pemilu. Ia menilai perubahan akan membebani partai dalam menyiapkan alat peraga kampanye.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan hal itu sudah masuk dalam Perppu Pemilu. Ia menyebut partai yang lolos ke DPR tak perlu lagi ikut pengundian nomor urut.
“Nah, yang terakhir soal nomor urut. Ini ada aspirasi waktu itu berkembang dan kemudian kita diskusikan. Alhamdulillah dalam diskusi itu pemerintah tak keberatan, KPU juga tak keberatan, fraksi-fraksi juga cuma satu yang waktu itu minta dipertimbangkan,” ujar Doli di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/11/2022).
Ia mengatakan, usulan itu akhirnya disepakati. Menurut Doli, proses pengundian nomor urut hanya akan dilakukan terhadap parpol yang tidak lolos ambang batas parlemen atau parliamentary threshold di Pemilu 2019 silam.
“Akhirnya, kita sepakat bahwa partai-partai yang kemarin lolos di Pemilu 2019 itu nomor urutnya tetap dan yang lain nanti akan diundi,” ujarnya.
Jabatan Anggota KPU
Doli menyatakan pemerintah sebagai inisiator Perppu harus duduk bersama DPR dan penyelenggara pemilu dalam dua konsinyering untuk menyepakati substansi yang bakal dituangkan ke dalam Perppu. Oleh karena itu, menurutnya, Komisi II DPR bersama pemerintah mengambil inisiatif untuk sepakati dulu pasal-pasal mana yang bakal direvisi sebelum pemerintah mengajukan draf Perppu terkait UU Pemilu secara resmi.
“Kita sudah lakukan itu dua kali, ada sekitar lima isu yang kemarin kita diskusikan,” ujar politikus Golkar itu.
Doli membeberkan, isu yang didiskusikan itu antara lain ihwal perubahan jumlah anggota DPR menjadi isu yang dibahas bersama pemerintah. Pasalnya, perubahan ini merupakan konsekuensi dari adanya penambahan jumlah provinsi di Papua.
Adapun konsekuensi dari penambahan anggota DPR, kata Doli, berdampak pada penambahan jumlah daerah pemilihan (dapil), baik di tingkat pusat maupun provinsi. Ia menyebut jumlah anggota DPRD juga bakal bertambah pada Pemilu 2024 nanti.
Kemudian, ia melanjutkan, Komisi II bersama pemerintah juga mendiskusikan soal masa jabatan anggota KPU. Ia menyebut kedua pihak sedang mempertimbangkan untuk mengakhiri masa jabatan anggota KPU secara serentak.
“Ini memang muncul pembahasan di tengah-tengah kita merevisi UU. Karena kita melihat realitasnya, akhir masa jabatan dari penyelenggara pemilu KPU ini penyebarannya cukup besar. Jadi kayak dicicil, hampir setiap bulan mungkin nanti akan ada terjadi pergantian sampai 2025,” ujarnya.
Doli mengatakan waktu penetapan daftar calon tetap (DCT) dengan masa kampanye turut disoroti oleh Komisi II. Ia menjelaskan, kedua pihak mempertimbangkan kebutuhan waktu bagi KPU untuk menggelar pengadaan dan pendistribusian logistik pemilu.
“Jadi kita sedikit mendesain waktu penetapan hari DCT itu coba kita atur dengan mulainya waktu kampanye. Karena kampanye sudah kita tetapkan 75 hari, jadi kemarin ada usul misalnya dari penetapan DCT sampai kampanye itu 25 hari untuk pemilihan legislatif,” pungkasnya. [wip]