(IslamToday ID) – Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) yang juga anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menilai, politik uang dalam kontestasi pemilu yang digelar setiap 5 tahun sekali akan selalu ada selama integritas peserta pemilu masih rendah.
Bahkan, ia mengatakan, politik uang akan bertransformasi sesuai perkembangan zaman. Adanya politik uang dalam tiap gelaran pemilu ini pun sempat disinggung oleh Presiden Jokowi.
“Selama integritas peserta pemilu maupun pemilih masih bermasalah, maka politik uang akan terus terjadi dan bertransformasi mengikuti perkembangan zaman,” kata Titi dikutip dari Kompas, Selasa (20/12/2022).
Ia menuturkan, politik uang di zaman sekarang berkembang dalam bentuk digital vote buying atau membeli suara secara digital untuk memenangkan salah satu Capres. Adanya politik uang, kata Titi, juga diperburuk dengan penegakan hukum yang belum efektif.
“Diperburuk oleh penegakan hukum yang belum efektif dan masih terjadi multitafsir antara Bawaslu dengan aparat penegak hukum dari kepolisian dan kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Pemilu Terpadu (Gakkumdu),” ucap Titi.
Menurutnya, ada kondisi mental yang bisa memicu munculnya politik uang. Selain pemilih yang belum berintegritas, mental ini bergelayut pada seorang politisi atau calon pemimpin yang maju dalam pemilu.
Mental tersebut yaitu ingin menang secara instan, mentalitas siap menang tetapi tidak siap kalah, dan tidak mengakarnya seorang politisi di basis konstituennya.
“(Mental ini) Juga menjadi pemicu praktik politik uang sebagai jalur instan untuk menang. Belum lagi parpol yang membiarkan para kadernya bertarung bebas dengan harapan mendapatkan suara dan kursi sebanyak-banyaknya di pemilu,” ujar Titi.
“Itu semua berkontribusi pada terjadinya jual beli suara atau politik uang di pemilu,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa praktik politik uang dalam pemilu maupun pilkada masih ada hingga saat ini. Oleh karena itu, presiden meminta Bawaslu melibatkan masyarakat untuk mencegah politik uang.
“Kalau ada yang bilang enggak ada, saya tiap hari di lapangan. Saya pernah ikut pilkada, pemilihan walikota dua kali, pemilihan gubernur dua kali karena dua ronde, pemilihan presiden dua kali. Jadi kalau ada yang membantah tidak ada (politik uang), saya akan sampaikan apa adanya, (masih) ada,” ujar Jokowi saat memberikan sambutan dalam ‘Rapat Konsolidasi Nasional Bawaslu untuk Pemilu 2024’ yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (17/12/2022).
“Itu tugas Bawaslu. Aturannya sudah diperketat, tapi praktiknya tetap ada. Yang terkena sanksi juga sedikit. Ini nih ada gap. Libatkan masyarakat untuk memperkecil peluang terjadinya politik uang, karena jika dibiarkan berlama-lama, ini akan mengganggu demokrasi kita, demokrasi Indonesia,” lanjutnya.
Jokowi menegaskan, politik uang telah menjadi penyakit dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Partisipasi masyarakat untuk mencegah politik uang akan mempermudah tugas Bawaslu. Menurutnya, partisipasi masyarakat salah satunya bisa dilakukan dengan memberikan pendidikan politik agar warga bisa membantu mengawasi praktik politik uang.
“Libatkan partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Gencarkan pendidikan politik, literasi, dan partisipasi masyarakat untuk menjaga pemilu yang berintegritas, yang berkualitas,” pungkasnya. [wip]