(IslamToday ID) – Menko Polhukam Mahfud MD menilai sinyal kemunduran sistem demokrasi Indonesia, salah satunya korupsi yang banyak terjadi dan pengadilan yang penuh mafia.
“Loh Pak Mahfud dulu bilang korupsi masih banyak, kok sesudah jadi menteri diam? Loh saya bilang ini ketika saya jadi menteri. Dulu saya enggak bilang begitu. Kok diam? Enggak diam, justru saya ngomong. Enggak diam dan sambil bertindak,” kata Mahfud saat memberikan sambutannya secara virtual pada acara Dies Natalies ke-25 Universitas Paramadina, Selasa (10/1/2023).
“Tetapi tetap masalahnya tidak mudah diselesaikan karena adanya konfigurasi politik yang demokratis itu tadi. Lalu pengadilan? Masih penuh mafia,” tambahnya dikutip dari Kompas.
Menurut Mahfud, mafia pengadilan sudah ada sejak Order Baru. Namanya hanya berganti saat pemerintahan berganti. “Dulu zaman Orde Baru namanya mafia pengadilan, tetapi zaman Pak SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) diubah namanya jadi mafia hukum,” katanya.
Meski begitu, Mahfud mengatakan, persoalan mafia dalam hukum tetap tidak mudah diselesaikan. Sebab, ada konfigurasi politik di Tanah Air yang tidak mendukung lahirnya pemerintahan yang baik. “Waktu Pak JK (Jusuf Kalla) yang terhormat jadi Wapres, Pak SBY kan tidak mau menyebut mafia pengadilan. Kenapa? Karena mafianya itu ada di semua sektor pembangunan hukum. Yang membuat hukum korupsi, yang melaksanakan hukum korupsi, yang mengadili korupsi,” papar Mahfud.
“Sehingga Pak SBY resmi menyebut mafia peradilan dan membentuk unit kerja presiden untuk pemberantasan mafia peradilan. Pidato-pidato beliau juga bilang mafia hukum. Lalu UKP, Unit Kerja Presiden untuk pemberantasan mafia hukum. Itu sejak zaman Pak SBY karena memang banyak, sampai sekarang juga banyak ini, baru ada hakim ditangkaplah, jaksa juga banyak yang ditindak. Ini masih banyak,” tuturnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu lantas menyinggung soal konfigurasi politik di Indonesia yang terkadang malah menghambat perbaikan tata kelola pemerintahan. Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa hubungan demokrasi dan tata kelola pemerintahan saat ini sedang tidak baik-baik saja.
“Demokrasi dan tata kelola pemerintahan sekarang ini hubungannya sedang tidak baik-baik saja, dalam arti tidak selalu demokrasi itu mendukung lahirnya tata kelola pemerintahan yang kondusif bagi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan,” ujar Mahfud.
“Kenapa? Sulitnya di mana? Karena tampaknya kita ini sedang dan sering terjebak pada konfigurasi politik yang dibangun secara demokratis. Konfigurasi politik yang lahir secara demokratis di negara kita ini tidak selalu kondusif untuk pembangunan. Bahkan dalam hal-hal tertentu menghambat transformasi pemerintahan yang baik,” tambahnya.
Mahfud kemudian mencontohkan, korupsi dilakukan oleh politisi yang dipilih lewat proses demokratis. Selain itu, jalan untuk membuat korupsi terkadang diperoleh secara demokratis.
Ia menyampaikan, hal ini sudah pernah ditulis oleh seorang pakar di Harian Kompas. Menurut Mahfud, kondisi seperti itulah yang harus dicarikan solusinya.
Ia kemudian merinci penjelasan di atas dengan perjalanan demokrasi di Indonesia. Mula-mula, kata Mahfud, saat NKRI berdiri pada 1945 telah disepakati demokrasi sebagai sistem pemerintahan. “Bahkan bukan hanya sistem, memilih dasar sistem, dan mekanisme demokrasi sebagai pedoman tata kelola kita bernegara, sebagai pedoman kita berpemerintahan. Kenapa? Karena demokrasi dianggap yang terbaik,” katanya.
“Oleh sebab itu ketika pemerintahan bermasalah, politik bermasalah, pilihannya selalu demokrasi, pada 1945 tiba-tiba lahir demokrasi parlementer, demokrasi liberal dengan sistem parlementer. Pada 1959, karena demokrasi liberal bermasalah, lahir demokrasi terpimpin, pada 1966 lahir demokrasi Pancasila,” lanjut Mahfud.
Kemudian, reformasi 1998 melahirkan demokrasi untuk tata kelola pemerintahan ini baik, terhindar dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Merujuk dari sejarah panjang tersebut, bangsa Indonesia selalu memilih demokrasi sebagai jalan keluar jika ada persoalan dalam pemerintahan.
“Sehingga apa? Sehingga kita jangan berpikir sistem lain lah, demokrasi ini tetap yang terbaik. Nah, kekurangan-kekurangan, jebakan-jebakan konfigurasi tadi, kita perbaiki pelan-pelan,” pungkas Mahfud. [wip]