(IslamToday ID) – Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menilai usulan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas soal besarnya biaya haji hingga Rp 69 juta sangat memberatkan jamaah. Meskipun, kenaikan itu lantaran pemerintah Arab Saudi menaikkan biaya layanan di Masyair yakni layanan selama 4 hari di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
“Kenaikan harga sangat memberatkan. Sebagai solusinya diperlukan lobi tingkat tinggi antara pemerintah Indonesia dengan pihak pemerintah Saudi,” kata Anwar dikutip dari RMOL, Jumat (20/1/2023).
Ia menguraikan, biaya riil haji di tahun-tahun yang lalu sekitar Rp 70 juta per jamaah. Dari biaya tersebut yang dibayar oleh jamaah hanya Rp 35 juta. Sehingga, setiap jamaah mendapat bantuan sebesar Rp 35 juta bukan dari dana pemerintah, akan tetapi dari dana hasil Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH).
Soal kenaikan biaya haji, Anwar pun menguraikan, pemerintah Saudi menaikkan biaya layanan di Masyair yaitu layanan selama 4 hari di Arafah, Muzdalifah, dan Mina dari 1.000 riyal menjadi 5.600 riyal.
“Akibatnya, terjadi peningkatan beban biaya haji dibanding tahun-tahun lalu untuk setiap jamaah haji yaitu 4.600 riyal x Rp 4.200 berarti sebesar Rp 19,3 juta atau dibulatkan Rp 20 juta,” urainya.
Oleh karena itu, kata Anwar, apabila pemerintah Saudi ingin mengenakan biaya di Masyair itu sama dengan tahun-tahun sebelumnya, maka beban biaya haji itu hanya Rp 98,8 juta-Rp 20 juta yaitu sebesar Rp 78,8 juta.
Menurutnya, jika setiap jamaah dibantu 50 persen dari hasil pengelolaan keuangan haji maka setiap jamaah hanya membayar Rp 36,8 juta. Namun, apabila pemerintah Saudi tidak mau menurunkan maka biaya haji yang akan dipikul oleh setiap jamaah yaitu Rp 36,8 juta + Rp 20 juta yaitu Rp 56,8 juta.
“Jadi dari hal-hal di atas jelaslah terlihat bahwa masalah kenaikan biaya haji ini adalah dipicu oleh kebijakan pemerintah Saudi yang telah menaikkan biaya layanan Masyair dari 1.000 riyal menjadi 5.600 riyal,” tandasnya. [wip]