(IslamToday ID) – Sejumlah ahli hukum pidana memperkirakan majelis hakim pada pengadilan negri Jakarta Selatan akan memvonis Inspektur Jendral Ferdy Sambo dengan hukuman seumur hidup sesuai dengan tuntutan jaksa. Vonis pidana seumur hidup dianggap tepat dijatuhkan terhadap mantan kepala Divisi Profesi dan pengamanan Polri itu karena terdakwa dinilai terbukti sebagai otak pembunuhan berencana terhadap Brigadir Norfriansyah Yosua Hutabarat.
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Chundry Sitompul, mengatakan hakim tidak bakal menjatuhkan vonis lebih berat atau lebih ringan dari tuntutan jaksa karena sidang kasus pembunuhan berencana ini telah menjadi perhatian publik.
“Vonis mati banyak ditentang meski ada yang meminta hukuman paling berat. Adapun hukuman 20 tahun penjara tidak akan dijatuhkan oleh hakim karena pembunuhan berencana ini dinilai sadis dan dilakukan oleh apparat hukum yang mempunyai jabatan,” kata Chudry dikutip dari Tempo (12/2/2023).
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan bakal menggelar sidang pembacaan putusan terhadap mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Ferdy Sambo, dan istrinya, Putri Candrawathi, Senin hari ini (13/2/2023)
Sidang ini bakal dipimpin oleh ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso dengan hakim Morgan Simanjutak dan hakim Alimin Ribut Sujono sebagai anggota.
Ferdy Sambo
Jaksa menuntut Ferdy dihukum dengan pidana penjara seumur hidup. Dia dianggap melanggar pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang Penyertaan.
Putri Candrawathi, Kuat Maruf, Ricky Rizal Wibowo
Jaksa menuntut Putri 8 tahun penjara kerena dianggap ikut serta membantu dalam kasus pembunuhan tersebut.
Brigadir Yosua tewas ditembak secara mengenaskan dirumah dinas Ferdy di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.
Jaksa juga menuntut pidana 8 tahun penjara terhadap dua terdakwa lainya, yakni Kuat Maruf, asisten rumah tangga Ferdy; dan Brigadir Kepala Ricky Rizal Wibowo, ajudan Ferdy yang mengurusi rumah Ferdy di Magelang, Jawa Tengah
Bharada Richard Eliazer Pudhiang Lumiu
Jaksa menuntut Richard 12 tahun, yang telah menjadi justice collaborator, lebih tinggi dari tuntutan Putri karena bekas ajudan Ferdy itu menjadi esekutor pembunuhan. Dengan demikian, hal tersebut menjadi alasan pemberatan jaksa dalam tuntutan.
3 Hal Yang Kemungkinan Besar Dipertimbangkan Hakim
Menurut ahli psikologi forensik sekaligus peneliti ASA Indonesia Institute, Reza Indragiri Amriel, ada 3 hal yang kemungkinan besar akan dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan putusan bagi Ferdy Sambo. Sebab menurut Reza, dari analisis psikologis para hakim akan menjadikan putusan itu buat mencapai sasaran di luar perkara yang menyedot perhatian banyak orang.
Reza mengatakan, jika nantinya majelis hakim sanggup menyatakan Sambo bersalah dan menjatuhkan hukuman maksimal terhadap Sambo, maka putusan mereka itu nanti akan menjadi salah satu hal yang bisa dipertimbangkan buat bersaing dalam perebutan kursi hakim agung di Mahkamah Agung.
“Pertama, hakim tentu ingin menjadi hakim agung. Termasuk Hakim Wahyu, Hakim Morgan, dan Hakim Alimin. Agar bisa mencapai posisi itu, mereka harus punya portofolio yang impresif berupa putusan emas,” kata Reza dikutip dari Kompascom, Ahad (12/2/2023).
Alasan kedua, menurut Reza, adalah jika masyarakat nantinya menilai putusan majelis hakim kurang adil, maka citra Mahkamah Agung bisa menurun.
“Karena itulah, putusan hakim harus memuat hukuman berat bahkan terberat bagi Sambo. Di situlah nantinya putusan dihasilkan sebagai instrumen untuk mengamankan reputasi Mahkamah Agung,” ujar Reza yang merupakan dosen psikologi forensik dan manajemen konflik di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Sebab di mata masyarakat dari persidangan selama ini, peran Sambo dan Putri dalam kasus itu penting dan dianggap layak dihukum maksimal.
“Dunia sudah sangat yakin bahwa Sambo adalah biang kerok peristiwa ini. Banyak yang juga menempatkan Putri pada posisi itu. Khalayak bahkan lugas ingin Sambo dihukum mati,” ucap Reza yang pernah menjadi saksi meringankan dalam persidangan Richard.
Alasan terakhir, kata Reza, adalah kekhawatiran Sambo masih mempunyai pengaruh meski dipenjara. Sebab Sambo disebut-sebut mempunyai kekayaan yang besar dan dikhawatirkan bisa menggunakan uang itu buat memperoleh berbagai fasilitas dari balik jeruji besi.
“Di tengah atmosfer penegakan hukum kita yang dinilai sedang morat-marit seperti sekarang ini, terpidana yang punya kekuatan finansial akan bisa membeli hukum dan melakukan berbagai aksi pidana dari dalam penjara. Alhasil, di samping, idealnya, hartanya dirampas, terdakwa juga harus dicegah agar tidak merusak hukum lebih jauh lagi dari balik jeruji besi,” papar Reza.
Putusan Harus Adil
Ketua Asosiasi Ilmuan Prakatisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra mengingatkan, agar majelis hakim yang menangan perkara Ferdy Sambo, Putri dan terdakwa lainnya tidak terbelenggu dengan konsep keadilan prosedural. Sebaliknya, majelis hakim dalam perkara tersebut mesti berani bersikap progresif menemukan hukuman dan melihat lebih dominan faktor memberatkan atas perbuatan Ferdy Sambo, bukan malah menyerah pada sifat prosedural hukum.
“Sehingga putusan hakim semestinya mencerminkan rasa keadilan rakyat terutama bagi keluarga korban bukan pula mengesampingkan rasa keadilan masyarakat,” ujarnya dikutip dari HukumOnlinecom (13/2/2023).
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi III Pangeran Khairul Saleh mengingatkan agar majelis hakim memberikan putusan terhadap kedua terdakwa yang memenuhi rasa keadilan masyarakat dan keluarga korban. Dengan demikian, putusan majelis hakim tidak menimbulkan polemik baru. Menurutnya, dalam putusan nantinya perlu adanya penjelasan ke masyarakat pertimbangan hukum majelis hakim terhadap putusan.[HzH]