(IslamToday ID) – Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian Bambang Rukminto menyayangkan Polri yang akhirnya tidak memecat Bharada Richard Eliezer atau Bharada E sekalipun dia dinyatakan bersalah dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Bambang menyebut, keputusan Polri mempertahankan Richard bakal menjadi yurisprudensi atau rujukan hukum perkara serupa. Berkaca dari kasus ini, ia khawatir ke depan institusi Bhayangkara bakal dianggap permisif terhadap para mantan narapidana.
“Risikonya secara organisasi akan muncul persepsi bahwa Polri permisif pada pelanggaran etik maupun pidana dan menjadi lembaga kumpulan para mantan napi,” katanya dikutip dari Kompas, Jumat (24/2/2023).
Menurut Bambang, keputusan mempertahankan Richard ini membuka peluang bagi enam terdakwa obstruction of justice atau perkara perintangan penyidikan kasus Brigadir J untuk tetap berada di kepolisian.
Dalam perkara Richard, Polri berdalih bahwa keputusan untuk tidak memecat mantan ajudan Ferdy Sambo itu sesuai dengan Peraturan Kepolisian (Perpol) No 7 Tahun 2022.
Bahwa Richard dipertahankan di kepolisian lantaran vonis pidananya dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua kurang dari 3 tahun, meski ancaman dalam dakwaannya lebih dari 5 tahun.
Jika merujuk pada pertimbangan itu, kata Bambang, terdakwa kasus obstruction of justice yang divonis pidana kurang dari 3 tahun dan diancam hukuman kurang dari 5 tahun berhak untuk kembali ke kepolisian.
“Kalau Polri mengikuti aturan dalam Perpol No 7/2022 itu, tentunya harus mengembalikan status para pelaku obstruction of justice untuk aktif kembali sebagai anggota kepolisian,” ujar Bambang.
“Meskipun nanti akan diberi sanksi sedang berupa demosi, bisa penurunan pangkat, penundaan kenaikan pangkat, atau penundaan promosi dan lain-lain,” lanjutnya.
Bambang mengatakan, kembalinya para mantan narapidana kasus Brigadir J ke kepolisian tidak hanya berpotensi merusak citra Polri, tetapi juga berpeluang menjadi beban psikologis bagi polisi lainnya.
“Itu jelas akan menjadi beban psikologis bagi mayoritas anggota Polri yang baik dan masih memiliki integritas, karena bekerja bersama dengan para pelanggar etik dan pidana,” katanya.
Oleh karenanya, sejak awal Bambang menilai, idealnya Polri tidak mempertahankan Richard. Terdakwa pembunuhan berencana itu bisa saja dipecat jika merujuk Peraturan Pemerintah (PP) No 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara.
Menurut Bambang, Perpol No 7 Tahun 2022 yang menjadi landasan untuk mempertahankan Richard di kepolisian terbilang ambigu lantaran peraturan itu dibuat sekaligus dilaksanakan oleh Polri sendiri. Akibatnya, Perpol tersebut menjadi sarat kepentingan di luar kepentingan organisasi Polri yang seharusnya diutamakan.
“Kepentingan organisasi Polri yang lebih besar yakni membangun kultur Polri yang profesional, yang tegak lurus pada aturan,” pungkas Bambang. [wip]