(Islam Today ID) – Guru Besar Hukum Bisnis UGM, Prof Nindyo Pramono menilai Penerbitan Perppu Cipta Kerja merupakan salah satu upaya pemerintah meningkatkan daya tahan ekonomi negara di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian.
“Adanya UU Ciptaker direspons para investor dengan sangat positif, karena sebagai upaya dari pemerintah untuk melakukan reformasi struktural,” Nindyo, Jumat (3/3).
Dengan adanya reformasi struktural tersebut, kata dia, berdampak positif terhadap peningkatan penanaman modal dari asing ke Indonesia.
Pengamat politik, Emrus Sihombing juga menilai UU Cipta Kerja, sudah sejalan dengan namanya, yakni mampu menciptakan pekerjaan.
Masyarakat tidak lagi bergantung pada pekerjaan di luar negeri karena akan lebih banyak mendirikan usaha sendiri.
Hal ini sebagai dampak positif adanya kemudahan pada perizinan PT perorangan, UMKM dan sebagainya melalui UU Cipta Kerja yang telah ditindaklanjuti pemerintah melalui penerbitan Perppu Cipta Kerja.
“Banyak sekali manfaat dari penerbitan Perppu Cipta Kerja, utamanya para pelaku UMKM menjadi sangat diuntungkan karena kemudahan perizinan sehingga sangat melahirkan harapan dan optimisme bagi mereka,” ujar Dosen Pascasarjana Universitas Pelita Harapan ini.
Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja, Arif Budimanta, juga memaparkan bahwa tujuan dari hadirnya UU Cipta Kerja/Perppu Cipta Kerja sebenarnya untuk mengorganisasikan suatu kebijakan agar sejalan dengan proses kemajuan dan kemakmuran Indonesia.
“Yang dimaksud dengan mengorganisasikan itu ialah tergantung kebijakan tertentu. Satu di antaranya dengan cara mengorganisasikan aturan dalam bentuk perubahan beberapa UU yang memberikan kepastian, kemudahan dan perlindungan bagi aktivitas usaha. Kemudian, juga memberikan kemanfaatan kepada dunia kerja tanpa mengabaikan problem-problem yang terkait dengan aspek lingkungan dan tentunya lingkungan tersebut ada di dalam undang undang cipta kerja,” ucap orang yang juga menjabat sebagai Stafsus Presiden RI Bidang Ekonomi, Jumat (3/3/2023).
Pasalnya, UU Cipta Kerja dapat tidak hanya melindungi permasalahan kesajahteraan suatu badan usaha saja, tetapi bisa menaungi perizinan usaha berbasis risiko.
Yang dimaksud dimaksud dengan perizinan usaha berbasis risiko tersebut, yakni risiko dalam hal ekonomi, lingkungan serta sosial.
“Nah itu semua menjadi satu kesatuan. Kemudian, aktivitas usaha dalam mengakses perizinan, apabila risiko perizinannya rendah, maka kesempatan persyaratan dan lain sebagainya akan menjadi lebih mudah. Tetapi kalau risikonya tinggi terhadap perubahan tentang bentang alam atau sebagainya, tentu akan ada persyaratan lingkungan yang harus di penuhi dan harus diselesaikan. Termasuk perlindungan terhadap ketenagakerjaan,” paparnya.
Di sisi lain, ia pun turut menyinggung apabila nantinya dalam kehidupan nyata masih ada masyarakat belum mendapatkan haknya sesuai dengan UU Cipta Kerja yang berlaku, maka Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja akan meneruskan hal tersebut kepada Kementerian Ketenagakerjaan atau lembaga terkait untuk menyelesaikan beberapa soal yang berkembang misalnya di mata pelaku usaha ataupun tenaga kerja.
“Kalo misalnya itu masuk dalam aspek ketenagakerjaan, maka kami akan mengajak Kementerian Ketenagakerjaan untuk berbicara dan mendengarkan hingga mencari solusi bersama. Misalnya terkait dengan pelaku usaha soal perizinan, katakan lah sebagai contoh dengan soal sertifikasi halal ataupun sertifikasi standar yang lain. Tentunya kami akan mencari solusi terbaik untuk mengatasi persoalan itu dengan lembaga yang terkait,” kata Arif Budimanta.
“Kita juga akan membantu mengakselerasi proses-proses perubahan ataupun perbaikan yang diperlukan agar aspek pelayanan kepada masyarakat itu, misalnya terkait dengan perizinan usaha berbasis risiko seperti apa yang selalu diingatkan oleh bapak Presiden harus benar-benar dapat dirasakan kemudahan dan kesempatan maupun kepastiannya oleh masyarakat,” tambah dia.
Secara terpisah, Kepala Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dr. Inosentius Samsul, berujar, bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja telah disepakati dalam pembicaraan tingkat satu di Badan Legislasi (Baleg) DPR bulan lalu.
“Jadi, masa sidang berikutnya akan di bawa ke Paripurna sebagai pengambil keputusan UU Cipta Kerja di tingkat tinggi,” urainya.
Kemudian, disampaikannya, DPR dan Pemerintah yakin bahwa proses tersebut sangat konstitusional atau tidak ada yang melanggar.
Bahkan, pihaknya menilai, bahwa Pemerintah dan DPR telah mendengarkan anspirasi dari masyarakat secara baik, mengenai RUU Perppu Nomor 2 Tahun 2022.
“Karena di dalam Perppu itu tidak hanya sekadar memenuhi persyaratan dan konsekuitas (konsekuensi), tetapi juga menambahkan materi baru dan juga memperbaiki hal-hal yang diajukan rasa keberatan oleh masyarakat,” tutur Dr. Inosentius Samsul.
“Saya kira bagi Pemerintah itu sudah paling ideal lah atau paling moderat. Jadi, masukan dari masyarakat tetap didengar baik soal penetapan upah, soal label halal. Nah, saat ini semua itu sudah masuk ke dalam Perppu Cipta Kerja,” tambahnya.[MU]