(IslamToday ID) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) untuk menunda pemilihan umum (pemilu) 2024 dinilai berpotensi menimbulkan ketidakstabilan politik. Komisioner Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, isu tersebut akan memberikan dampak tidak hanya pada situasi politik, tapi juga keamanan di Indonesia.
“Ini isu jadi isu yang penting bahwa dengan adanya penundaan pemilu maka berpotensi ini situasinya menjadi tidak stabil, menimbulkan instabilitas politik dan keamanan,” kata Pramono kepada wartawan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2023).
Pramono mengungkapkan, ketidakstabilan politik dan keamanan ini akan mengganggu jalannya pemerintahan. Selain itu, menimbulkan potensi buruk lainnya, seperti kerusuhan massal dan pergolakan di tingkat daerah
“Instabilitas keamanan di tingkat daerah seperti di tahun 1998-1999 dulu, ada gejolak di beberapa daerah untuk minta merdeka misalnya,” imbuh Pramono.
Eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2015-2020 ini mengatakan, putusan PN Jakpus ini juga menimbulkan situasi ketidakpastian yang berdampak pada penyelenggaraan pemilu.
“Jadi berpotensi menimbulkan situasi ketidakpastian yang itu akan sangat berdampak pada hak masyarakat untuk mendapatkan untuk hidup dengan tenang,” ujar Pramono.
Pramono menegaskan, putusan ini sudah menerobos banyak regulasi, termasuk UUD 1945. Akibatnya, hak dasar warga negara untuk memilih pemimpin tiap lima tahun sekali berpeluang dilanggar.
“Putusan PN Jakpus terkait penundaan Pemilu itu kalau menurut kacamata Komnas HAM itu berpotensi melanggar hak konstitusi warga negara untuk menggunakan hak pilihnya secara reguler setiap 5 tahun sekali,” ucap Pramono.
Selain itu, Pramono menyinggung potensi dilanggarnya hak masyarakat untuk mendapatkan pemimpin yang dipilih melalui proses demokratis. Sebab begitu ada penundaan Pemilu maka ada kekosongan kekuasaan karena masa jabatan Presiden habis.
“Nah pemerintah yang memerintah setelah masa jabatan Presiden habis itu kan tidak tidak terpilih melalui proses yang demokratis, padahal hak rakyat adalah mendapatkan pemimpin yang dipilih melalui proses yang demokratis,” tegas Pramono.
Putusan penundaan pemilu bermula dari Prima yang menggugat perdata KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.
Terkini, Juru Bicara PN Jakpus Zulkifli Atjo mengatakan, putusan gugatan Prima terhadap KPU belum berkekuatan hukum tetap atau ikracht. Zulkifli mengatakan, masih banyak ruang bagi pihak tergugat, dalam hal ini KPU, untuk melakukan upaya hukum lanjutan, seperti banding dan kasasi jika tidak sependapat dengan putusan yang telah diketuk oleh majelis hakim tersebut.
“Jadi upayanya itu ada banding, ada kasasi, ini bukan sengketa partai politik ya. Ini adalah sengketa gugatan melawan hukum,” kata Zulkifli di PN Jakarta Pusat, Kamis malam.
“Saya dengar dalam putusan ini KPU sudah menyatakan banding. Tentu kita akan tunggu putusannya apakah Pengadilan Tinggi DKI sependapat dengan PN Jakarta Pusat kita tunggu lagi,”sambungnya.
Kendati demikian, PN Jakarta Pusat membantah adanya putusan pengadilan yang memerintahkan KPU untuk melakukan penundaan Pemilu 2024. Zulkifli mengatakan, amar putusan atas gugatan Prima adalah menghukum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024.