(IslamToday ID) – Puluhan warga adat Suku Balik, Kelurahan Sepaku Lama, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) menolak rencana penggusuran rumah yang berada di kawasan Sungai Sepaku, Ibukota Negara (IKN) Nusantara.
Resistensi itu terjadi menyusul proyek penanganan banjir Balai Wilayah Sungai Kalimantan IV dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) senilai Rp 242 miliar.
Pernyataan sikap tersebut tegas disuarakan lewat spanduk dan baliho pada 13 Maret 2023. Sebagian besar spanduk bertuliskan ‘Masyarakat Adat Menolak Penggusuran Situs-Situs Sejarah Leluhur’, ‘Masyarakat Adat Balik Menolak Program Penggusuran Kampung di IKN’ dan ‘Masyarakat Adat Balik Menolak Relokasi’.
“Protes ini diikuti petinggi adat, pemuda dan perempuan. Total ada 80 warga di Sepaku Lama dan Pamaluan yang turut dalam aksi,” kata Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Mareta Sari dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (15/3/2023).
Tak hanya itu, ia menerangkan pemasangan spanduk dan baliho itu merupakan respons tandingan terhadap pemasangan patok-patok dan pengukuran tanah secara sepihak oleh pelaksana proyek. Tak hanya itu saja, aksi tersebut dilakukan setelah rapat dituntaskan matang oleh warga adat. “Setidaknya ada delapan poin yang menjadi tuntutan para warga,” ujar Eta, sapaan karibnya.
Di antaranya, kata Eta, masyarakat adat Suku Balik di lokasi IKN menolak program penggusuran kampung. Mereka juga tidak mau direlokasi atau dipindahkan ke daerah lain oleh pemerintah. Masyarakat menolak penggusuran situs-situs sejarah leluhur, kuburan atau tempat-tempat tertentu yang diyakini masyarakat adat sebagai situs adat Suku Balik turun temurun.
Selain itu mereka juga menolak dengan keras relokasi dari tanah leluhur. Menolak perubahan nama kampung, sungai yang selama ini warga sudah kuasai turun menurun. Meminta pemerintah segera membuat kebijakan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat Suku Balik di Kecamatan Sepaku.
Mereka juga ingin pemerintah memperhatikan khusus Suku Balik yang terdampak aktivitas pembangunan IKN, baik lingkungan dan sosial di Kecamatan Sepaku. “Terakhir, menolak tokoh atau kelompok yang mengatasnamakan Suku Balik lalu melakukan kesepakatan terkait IKN tanpa melibatkan komunitas adat,” urai Eta.
Lebih lanjut, ia menerangkan proyek penanganan banjir dimulai sejak Februari 2023. Dan juga terhubung dengan proyek yang juga sedang berjalan yakni Intake Sungai Sepaku yang sebelumnya juga merampas ruang hidup masyarakat di Sepaku.
Dari informasi yang dihimpun Jatam Kaltim, upaya Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP) dianggap sebagai kedok untuk membujuk warga menyerahkan tanah dan kampungnya. “Setidaknya sudah ada 22 warga yang terdampak akibat proyek tersebut,” tuturnya.
Eta mengatakan proyek ini bakal membangun sejumlah tanggul di kanan dan kiri aliran sungai. Pada kanan aliran panjang tanggul tanah mencapai 1.728 meter dan bagian kiri aliran 706 meter. Ada pula corrugated concrete sheet pile/beton penahan tanah (CCSP) sepanjang 1.647 meter di kanan aliran dan kiri alirannya 670,081 meter. Selain itu ada pula tanggul panel pra cetak.
Dalam UU No 2/2012 dan Peraturan Pemerintah (PP) No 19/2021 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum disebutkan dalam Pasal 33 dan 34, warga yang terkena dampak berhak menyatakan penolakan.
Setali tiga uang, dalam Pasal 37 dan 39 juga dinyatakan, bila keberatan warga diterima maka proyek pembangunan yang memerlukan pengadaan tanah tersebut dapat dibatalkan atau dipindahkan ke lokasi lain.
Selain proyek Intake Sepaku yang terhubung dengan proyek normalisasi sungai dan Bendungan Sepaku-Semoi masih akan ada berbagai rencana proyek pembangunan bendungan lainnya seperti Bendungan Batu Lepek dan Bendungan Selamayu.
“Semuanya adalah bagian dari proyek infrastruktur dasar penyediaan sumber daya air baku untuk lebih dari 2 juta penduduk baru di kawasan IKN,” pungkasnya. [wip]