(IslamToday ID) – Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis) KH Jeje Zaenudin turut bersuara perihal polemik rencana kedatangan Timnas Israel dalam ajang Piala Dunia U-20 di Indonesia. Ia berbicara risiko yang paling ringan jika sampai timnas negeri zionis itu datang ke Tanah Air.
“Lebih jauhnya membuka peluang dan alasan bagi munculnya kemarahan yang berlebihan dari kalangan masyarakat yang kecewa. Yang bisa saja diprovokasi menjadi tindakan anarkistis,” kata Jeje dikutip dari Sindo News, Kamis (16/3/2023).
Ketua MUI Bidang Seni, Budaya, dan Peradaban Islam ini mengingatkan semua pihak harus menyadari bahwa tensi politik pada 2023 sudah menghangat. Isu apa pun akan sangat mungkin digiring pada sentimen dan kepentingan politik. Terlebih, isu yang berhubungan dengan Israel sangat sensitif bagi masyarakat Indonesia.
“Dalam situasi seperti ini, persatuan masyarakat dan integrasi nasional sepatutnya menjadi prioritas pemerintah. Dengan cara menghindari sikap atau kebijakan yang dapat membelah masyarakat,” ujarnya.
Bagaimanapun, kata Jeje, menerima dan menjamin kehadiran Timnas Israel, akan menimbulkan pandangan masyarakat menjadi terbelah. Sebab yang diketahui dan diyakini mayoritas masyarakat Indonesia bahwa Israel sampai saat ini jelas-jelas sebagai penjajah bangsa Palestina.
Jeje mengingatkan bahwa konstitusi Indonesia tegas menolak penjajahan. Itu sebabnya sampai saat ini Indonesia tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Jika Timnas Israel dipaksakan hadir di Indonesia, masyarakat akan menilainya sebagai pelecehan atau bahkan pelanggaran sengaja terhadap Pembukaaan UUD 1945.
“Apa arti menolak penjajahan di atas bumi dan tidak membuka hubungan diplomatik, jika dengan alasan olahraga dibolehkan? Lalu bagaimana jika kemudian dengan alasan bisnis dan perdagangan, atau pendidikan dan lain sebagainya? Sedang faktanya tindakan kekejaman dan kebrutalan tentara zionis Israel kepada bangsa Palestina masih terus berlangsung,” tutur Jeje.
Hal yang sama disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Ia berpendapat agar negara bersikap konsisten sesuai amanat konstitusi. Penyelenggaraan ajang internasional apapun termasuk turnamen sepakbola, semestinya sejalan dengan ideologi politik negara tuan rumahnya.
“Baik sepakbola maupun urusan-urusan lain itu harus dalam satu kesatuan sistem dengan policy negara,” kata Haedar, Selasa (14/3/2023), dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.
Menurut Haedar, sejauh negara memiliki perspektif tertentu terhadap sebuah ideologi politik, di samping ada tidaknya hubungan diplomatik, urusan lain bisa menyesuaikan.
“Sejauh negara itu masih punya kebijakan anti-imperialisme, anti-kolonialisme, lalu tidak punya hubungan diplomatik dengan satu negara, yang lain itu harus menyesuaikan. Akibat tidak menyesuaikan, lalu terjadi masalah,” pungkasnya. [wip]