(Islam Today ID) – Sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pernah terjadi dalam sejarah bangsa Indonesia dan masih menyisakan duka mendalam. Bahkan, beberapa kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia belum terselesaikan hingga kini.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk memverifikasi data korban pelanggaran HAM berat yang tinggal di luar negeri atau eksil.
Jokowi menginstruksikan untuk memberikan prioritas layanan kepada para korban agar segera mendapat dokumen kewarganegaraan.
Hal tersebut dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 terkait pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat.
“Melakukan verifikasi data dan memberikan prioritas layanan untuk memperoleh dokumen terkait hak kewarganegaraan terhadap korban atau ahli warisnya dan korban terdampak dari peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang berada di luar negeri,” bunyi Inpres tersebut.
Jokowi Tunjuk Letjen Teguh Rumekso Pimpin Tim Pengawasan PPHAM Berat Bertalian dengan itu, Jokowi juga menginstruksikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk memprioritaskan layanan administrasi kependudukan terhadap korban.
“Memberikan prioritas layanan administrasi kependudukan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD juga menyebut Jokowi akan menemui korban pelanggaran HAM berat yang tinggal di luar negeri.
“Nanti mungkin akan dikumpulkan di Jenewa atau Amsterdam atau di Rusia atau di mana. Pak Menkumham (Yasonna Laoly) bersama Bu Menlu (Retno Marsudi) dan saya ditugaskan untuk menyiapkan hal itu sehingga nanti pesannya juga ada di luar negeri dan tim ini tidak main-main,” ujarnya.
Hal ini bermula kala Jokowi mewakili negara mengakui ada 12 pelanggaran HAM berat di Indonesia.
“Dengan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara RI mengakui bahwa pelanggaran HAM berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Rabu (11/1).
Setelah Jokowi Akui 12 Pelanggaran HAM Berat, 10 Upaya Lain Menanti
Salah satu dari 12 pelanggaran HAM berat yang diakui Jokowi ialah peristiwa 1965-1966.
Peristiwa itu bermula dengan Gerakan 30 September, saat sejumlah perwira tinggi militer RI dibunuh, memicu pembunuhan massal di berbagai daerah di Indonesia terhadap orang-orang yang dianggap komunis atau ‘kiri’.
Pada masa kelam itu, para pendukung Sukarno ditumpas, termasuk para mahasiswa Indonesia yang disekolahkan Sukarno ke luar negeri sekejap menjadi orang buangan.
Mereka pun terlunta-lunta hidup di pengasingan, kewarganegaraan mereka dicabut dan membuatnya tidak bisa kembali ke Indonesia.
Hingga kini tidak ada angka pasti jumlah warga Indonesia yang tidak bisa kembali ke tanah air. Namun, berdasarkan penyelidikan Komnas HAM tragedi ini menelan sekitar 32.774 orang yang dinyatakan hilang.[MU]