(IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Global Future Institute, Hendrajit mengkritik Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf yang tidak mempermasalahkan keikutsertaan Timnas Israel dalam Piala Dunia U-20 yang diselenggarakan di Indonesia pada 20 Mei-11 Juni 2023 mendatang.
“Dengan segala hormat kepada Ketum PBNU Yahya Staquf, tampaknya alumni UGM yang satu ini tidak memahami substansi kebijakan luar negeri kita terhadap Israel sejak era Soekarno hingga kini,” kata Hendrajit dikutip dari pernyataan tertulisnya, Sabtu (25/3/2023).
Ia menjelaskan, eksistensi Israel sebagai negara bangsa merupakan produk skema penjajahan Amerika Serikat (AS) dan Inggris untuk melestarikan kekuasaannya di Timur Tengah melalui metode membelah Palestina secara tidak adil pada 1947.
Jadi, kata Hendrajit, ketilka Gus Yahya mempersempit lingkup urusan Israel dengan Palestina hanya buat membenarkan keikutsertaan Timnas Israel di Piala U-20, hal ini mengabaikan ruh Pembukaan UUD 1945 paragraf 1 dan 4.
“Dengan fokus pada isu Israel-Palestina, dalam pandangan putra Kiai Cholil Bisri ini seakan soal anti-Israel ini sebatas Islam-Yahudi, Arab-Israel. Aspek Israel sebagai ujung tombak kolonialisme dan imperialisme Barat di Timur Tengah dengan sadar oleh Gus Yahya dimasukkan ke laci,” ujarnya dikutip dari ID-Times.
Seperti diketahui, Gus Yahya tak mempermasalahkan Timnas Israel hadir di Indonesia untuk mengikuti Piala Dunia U-20 di Indonesia. Gus Yahya menilai kehadiran Timnas Israel di Piala Dunia U-20 belum tentu merugikan Palestina.
“Menurut saya sih ndak masalah. Belum tentu Palestina rugi kok. Sekarang kalau Israel datang ke sini, apakah Palestina rugi? Nggak juga. Yang penting memperkuat posisi Indonesia di dalam platform internasional dan multilateral,” katanya, Jumat (24/3/2023).
Gus Yahya mengatakan langkah membela Palestina jangan hanya teriak-teriak lalu tidur, karena harus ada solusi yang dapat menguntungkan Palestina. Ia bahkan menyebut ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan Indonesia untuk membela Palestina. Salah satunya dengan memperkuat internasionalisme dan multilateralisme.
“Pertama-tama yang harus diperbuat adalah itu tadi, internasionalisme dan multilateralisme, dan ini saya kira merupakan mandat dari proklamasi dari para bapak pendiri bangsa. Kita tidak harus berpikir tentang Indonesia kemudian berpikir parsial dari kepentingan kelompok-kelompok tertentu atau negara-negara tertentu saja di dunia ini,” katanya.
Tapi berangkat dari kepentingan semuanya, lanjut Gus Yahya, posisikan Indonesia ini pada posisi sebagai bagian dari platform internasional dan multilateral yang ada, yang merupakan wujud dari kepentingan bersama.
Gus Yahya menganggap penolakan Timnas Israel ke Indonesia tidak akan berguna bagi Palestina. Ia lebih memilih untuk mendukung Palestina lewat jalur mengembangkan posisi Indonesia melalui FIFA.
“Kalau soal FIFA ini, kalau kita cuma menolak Israel jangan datang habis itu tidur, apa gunanya buat Palestina? Nggak ada gunanya juga, tapi kalau kita kembangkan positioning Indonesia melalui FIFA ini, sehingga kita betul-betul mempunyai posisi moral yang meningkat untuk terus mengartikulasikan arah dari solusi Palestina, nah itu saya kira lebih konstruktif daripada sekadar protes, tidur, protes, tidur, nggak ada gunanya,” tegasnya. [wip]