(IslamToday ID) – Sudah lebih dari dua bulan belum ada kejelasan soal pembebasan pilot asal Selandia Baru, Kapten Philips Mark Marthens, yang sedang disandera kelompok separatis di Papua Pegunungan. Namun, gerombolan itu belakangan menyatakan siap menerima tawaran negosiasi diplomatis dengan Indonesia.
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) menawarkan jalur negosiasi dan diplomatik damai dalam membebaskan pilot berkebangsaan Selandia Baru itu. Tawaran tersebut disampaikan TPNPB-OPM agar TNI dan Polri menghentikan operasi militer bersenjata di Nduga, Papua Pegunungan.
“Kami sampaikan kepada pemerintah Indonesia, dengan pimpinan TNI dan Polri, untuk segera hentikan operasi militer di Nduga. Dan kami akan fokus untuk membebaskan sandera melalui proses negosiasi dan diplomatik damai,” kata Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom dalam siaran video yang dikutip dari Republika, Senin (10/4/2023).
Ia tak memberikan informasi tentang kapan pelaksanaan negosiasi untuk membebaskan Philips tersebut akan dilakukan. Sebby mengatakan, TPNPB-OPM sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penyanderaan Philip tersebut siap untuk menerima perwakilan Indonesia dalam negosiasi dan misi diplomatik damai perilisan Philips. “Kami siap melaksanakan itu,” ujarnya.
Akan tetapi, Sebby menambahkan, pembebasan Philips ke pihak Indonesia tak bisa dilakukan langsung dengan pasukan penyandera. Ia mengatakan, pemimpin TNI maupun Polri dapat melakukan negosiasi damai dengan pihak tertinggi di TPNPB-OPM.
“Pimpinan TNI dan Polri tidak mungkin untuk melakukan negosiasi dengan Panglima Egianus Kogoya dengan pasukannya. Untuk kepentingan Papua, mau tidak mau atau suka tidak suka, harus bernegosiasi dengan TPNPB markas pusat,” ujar Sebby.
Pernyataan TPNPB-OPM menawarkan jalur negosiasi dan diplomatik damai untuk membebaskan Philips ini merupakan sikap yang lebih lunak terhadap pemerintah Indonesia. TPNPB-OPM sebelumnya menegaskan tak akan membebaskan Philips sampai pemerintah Indonesia memberikan hak kemerdekaan untuk Papua.
Philips dalam penyanderaan kelompok kriminal bersenjata (KKB) sejak 7 Februari 2023. Penyanderaan tersebut dilakukan setelah separatis bersenjata yang dipimpin oleh Egianus Kogoya melakukan penyerangan di Lapangan Udara, Paro, di Paro, Nduga, Papua Pegunungan.
Dalam penyerangan tersebut, sayap bersenjata kelompok pro kemerdekaan Papua itu membakar pesawat terbang milik maskapai swasta Susi Air. Dua bulan penyanderaan tersebut, pihak pemerintah Indonesia pun melakukan serangkaian operasi untuk misi pembebasan tersebut.
Operasi pembebasan yang dilakukan pemerintah Indonesia termasuk dengan keputusan TNI dan Polri melakukan pengerahan pasukan militer dan korps tempur dari satuan khusus TNI-Polri untuk mengejar Egianus Kogoya dan kawanannya di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh KKB di kawasan Nduga. Operasi pembebasan juga dengan melakukan pengetatan serta pengepungan kelompok penyandera oleh pasukan gabungan Satgas Damai Cartenz.
Operasi pembebasan yang dilakukan pemerintah Indonesia juga turut menjajaki pendekatan persuasif dengan mengandalkan komunikasi tokoh adat dan agamawan di Papua agar Egianus Kogoya melepaskan Philips.
Operasi pembebasan yang dilakukan pemerintah Indonesia juga dengan meminta Polda Papua melakukan penegakan hukum atas peristiwa penyerangan dan pembakaran, serta penyanderaan Philips tersebut.
Kasatgas Humas Damai Cartenz Kombes Pol Donny Charles pada Selasa (28/3/2023) lalu menyampaikan, pihaknya sudah mengidentifikasi 15 anggota KKB yang terlibat dalam aksi sepihak di Lapangan Udara Paro tersebut. Kata Donny, 15 pelaku penyerangan tersebut, semuanya ditetapkan sebagai tersangka dan berstatus DPO.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan, pihaknya mengedepankan proses persuasif dalam upaya membebaskan pilot Susi Air. Apalagi, Pj Bupati Nduga Namia Gwijangge meminta aparat keamanan agar bersabar dan tidak melakukan operasi militer.
“Ini berdasarkan dari tokoh masyarakat maupun Bupati Nduga yang selalu mengerem saya, meminta saya untuk sabar dulu. ‘Pak sabar, saya akan usahakan,’” kata Yudo, Rabu (5/4/2023).
Menurutnya, pihaknya bisa saja melakukan operasi militer. Namun, jelasnya, tindakan tersebut akan berdampak pada masyarakat sipil. “Nanti dampaknya akan lebih besar lagi, kerugiannya akan lebih berdampak besar, kerugiannya oleh masyarakat kita,” ujarnya.
Oleh karena itu, Yudo menyebut TNI bakal terus mengupayakan cara persuasif untuk membebaskan pilot asal Selandia Baru tersebut. Ia menuturkan, tidak ada target yang ditentukan dalam upaya penyelamatan ini. [wip]