ITD NEWS— Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengkritisi pemberian remisi khusus Idul Fitri kepada 208 nara pidana korupsi di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung. Remisi kepada para napi koruptor termasuk Setya Novanto (Setnov) dinilai tidak pantas dan tidak sah.
“Karena itu seharusnya pembatasan remisi terhadap kejahatan tertentu termasuk korupsi tetap bisa dilanjutkan. Dan pemberian remisi terhadap SN (Setya Novanto) harus dianggap tidak sah,” ungkap Fickar dilansir dari inilahcom, Ahad, 23 April 2023.
Berdasarkan kebijakan pemerintah tersebut, Setnov mendapatkan remisi khusus 1 bulan, artinya vonis hukuman terhadap Setnov yang jika dihitung rata baru akan selesai pada tahun 2033 itu dikorting 1 bulan. Namun dengan remisi, kemudian masa tahanan selama penyidikan dan penuntutan maka vonis terhadap Setnov tidak akan murni 15 tahun.
Fickar mengungkapkan syarat kelakuan baik yang seharusnya dimiliki oleh Setnov bahkan tidak dipenuhi oleh yang bersangkutan. Salah satunya dengan dipergokinya Setnov berbelanja material bangunan padahal izin keluar dilakukan dengan dalih izin berobat.
Ia menduga pemberian vonis khusus yang diterima oleh Setnov erat kaitannya dengan adanya praktik suap.
“Jadi sangat mungkin juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang subjektif termasuk kemungkinan terjadinya suap, tetap yang menentukan adalah Dirjen Lapasnya dan Menkumhamnya,” ujar Fickar.
Fickar menuturkan bagaimana undang-undang terkait hak napi di Indonesia masih tumpang tindih. Tindakan tegas dari Menkumham sangat diperlukan dalam penegakan hukum yang setimpal kepada napi koruptor.
“Jadi masalahnya lebih pada konsistensi pelaksanaannya karena itu pengawasan dan tindakan tegas Menkumham yang diperlukan,” tandasnya.
Keterlibatan Setnov dalam korupsi E-KTP sebagaimana dilansir dari kompascom (4/2/2022) ialah dalam hal pengaturan anggaran E-KTP yang saat itu mencapai Rp 5,9 triliun. Hal ini terungkap dalam sidang dakwaan yang dibacakan oleh jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada 9 Maret 2017 silam.
Setnov divonis oleh hakim Pengadilan Tipikor dengan sanksi pidana 15 tahun penjara dengan denda Rp 500juta atau subsider pidana kurungan selama 3 bulan penjara.
“Menyatakan terdakwa Setya Novanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi,” ujar ketua majelis hakim Yanto membacakan amar putusannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa, dilansir dari detikcom, 24 April 2018.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Setya Novanto berupa pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” tegasnya.
Dalam perkembangan kasusnya Setno tidak tinggal diam, ia bahkan telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Namun PK yang diajukan sejak 2019 itu belum juga diputuskan. (kukuh)