(IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs A Khoirul Umam berpendapat posisi Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bentukan Golkar, PAN, dan PPP tengah kritis. Ini menyusul sikap PPP yang sudah menyatakan mendukung bakal calon presiden (Capres) Ganjar Pranowo.
Umam mengatakan, keputusan sepihak PPP membuat posisi KIB tak lagi solid.
“Statement elite Partai Golkar, PAN, dan PPP yang mengklaim Koalisi Indonesia Bersatu masih solid Kamis (27/4/2023), sebenarnya merupakan ekspresi panik akibat semakin terbukanya akar faksionalisme di internal KIB,” katanya, Jumat (28/4/2023).
Umam menilai, sebagai sebuah koalisi, Golkar, PAN, dan PPP seharusnya memiliki mekanisme baku dalam penentuan Capres secara bersama-sama. Ia menyebut sangat tidak lazim jika ada salah satu dari ketiga partai itu yang menentukan Capresnya sendiri.
“Sangat tidak lazim jika ada partai anggota koalisi mengatasnamakan kedaulatan partainya, lalu menentukan tokoh Capresnya masing-masing dan secara terpisah-pisah. Secara teoretik, koalisi menghendaki adanya kerja sama berbasis kesepahaman, negosiasi dan kompromi, untuk mendapatkan kesepakatan-kesepakatan kolektif,” ucapnya dikutip dari DetikCom.
“Jadi, jika ada partai-partai anggota koalisi yang bebas bergerak sendiri-sendiri, maka sejatinya itu menjadi pertanda gagal atau bubarnya sebuah koalisi,” lanjut Umam.
Lebih lanjut, ia menilai KIB saat ini berada pada kondisi kritis. Bahkan mungkin, katanya, secara de facto, KIB sudah bubar.
“Dengan kata lain, pasca manuver PPP yang secara terpisah mendukung pencapresan Ganjar Pranowo, maka KIB sejatinya kini tengah berada dalam masa-masa kritis. Secara de facto, KIB sudah bubar. Namun secara de jure, merujuk pada poin-poin kesepakatan koalisi yang ditandatangani tiga pimpinan partai, maka KIB secara resmi akan dinyatakan bubar jika PAN dan Golkar memiliki pilihan Capres yang berbeda dari PPP,” ujarnya.
Umam lantas membahas kedekatan partai-partai di dalam KIB dengan Capres-Capres yang sejauh ini sudah hampir pasti maju. Ia menilai Golkar cenderung lebih condong ke Prabowo Subianto. Sementara, menurutnya, PDIP tidak mungkin bersama dengan Golkar.
“PDIP sendiri tampaknya menyimpan resistensi terhadap Golkar jika hendak masuk ke dalam koalisinya mengusung Ganjar. PDIP menilai langkah Golkar yang sejak awal mensponsori KIB untuk mengusung Ganjar, sebagai cara yang tidak etis secara politik, karena mendahului partai asal tokoh tersebut,” kata Umam.
“Selain itu, statement sejumlah politisi Golkar yang menyerang PDIP agar tidak mendominasi dan mendikte dalam penentuan Capres ketika kedua partai berada di koalisi yang sama, merupakan sinyal kuat renggangnya hubungan PDIP dengan Golkar saat ini,” imbuhnya.
Ia pun menarik pelajaran dari kondisi KIB saat ini. Umam menekankan koalisi akan terjebak dalam ketidakpastian jika tidak didasari dengan platform yang jelas dan ketiadaan basis Capres.
“Belajar dari perjalanan KIB ini, maka koalisi yang tidak dibangun di atas platform kerja sama yang jelas dan ketiadaan basis ketokohan Capres yang jelas, akan menjebak koalisi dalam ketidakpastian, yang bisa berakhir pada gagalnya koalisi itu sendiri,” pungkasnya. [wip]